1 Desember 2014
Gue bangun pagi-pagi sekali dan langsung sarapan. Sebenarnya semalam gue nggak bisa tidur karena kurang enak badan dan... karena ini tanggal 1 Desember. Seperti sudah diprogram, setiap Hari AIDS Sedunia pasti rasa rindu gue pada Mika semakin kuat. Tapi gue sudah ada janji di Jakarta, jadi setelah sarapan gue langsung berganti baju dan pergi diantarkan Bapak.
Cuaca mendung dengan angin bertiup kencang membuat gue berusaha bergelung di kursi depan mobil. Lalu lintas cukup padat tapi nggak ada hambatan yang berarti. Syukurlah, itu artinya kemungkinan besar kami bisa sampai sebelum jadwal 3 in 1. Lokasi studio I-Radio---radio yang mengundang gue--- terletak di Sarinah, daerah yang mulai pukul 4.30 sore berlaku sistem 3 in 1. Janji yang dibuat sebenarnya pukul 5 sore, tapi menunggu lebih baik dariada harus kena tilang, hehehe.
Waktu Ray memberitahu bahwa ia dihubungi Andrew (produser I-Radio) yang ingin mengundang gue, gue terus-terusan bertanya tentang konsep acaranya. Well, ini bukan kali pertama gue diundang ke studio radio, tapi mengingat hari yang diminta bertepatan dengan Hari AIDS sedunia, gue jadi sedikit 'khawatir'. Ray, yang juga merangkap sebagai manager gue sudah mengerti betul dengan 'kesensitifan' gue (bless his heart!). Mika adalah sosok yang gue banggakan dan selalu dengan senang hati gue bagikan kisahnya ---juga sekaligus sosok yang ingin gue ceritakan dengan hati-hati. Status Mika yang ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) kadang membuat beberapa media membuatnya terkesan negatif (just google it!) atau malah dikasihani. Padahal yang ingin gue bagikan justru tentang betapa full passion dan positinya Mika, tentang betapa gue menganggapnya sebagai seorang hero. Orang tua Mika masih ada dan tahu tentang novel dan film yang dibuat untuk putra kesayangannya. Jadi gue ingin menjaga kepercayaan mereka sampai kapanpun. Syukurlah kekhawatiran gue ditenangkan oleh Ray. Ia bilang bahwa Andrew sepertinya sudah cukup mengenal gue, dan ia juga meminta daftar pertanyaan untuk interview supaya gue bisa menyaringnya jika ada sesuatu yang membuat gue nggak nyaman.
Pukul 2.30 gue dan Bapak sudah tiba di Sarinah. Karena masih punya banyak waktu kami putuskan untuk berkeliling dan ngopi-ngopi dulu. Bapak dulu bekerja di Jakarta, jadi beliau cukup mengenal tempat ini. Setelah menemukan tempat yang nyaman dan sejuk (kontras dengan di Bandung, cuaca terik sekali, hehehe) gue menghubungi Ray untuk mengingatkan tentang daftar pertanyaan. Hanya beberapa menit kemudian gue menerima email dan langsung membacanya. Bibir gue seketika tersenyum, nggak ada pertanyaan yang terlalu pribadi dan terkesan menjudge. Semuanya wise dan cerdas. Gue langsung menunjukannya pada Bapak yang juga langsung menyukai isinya. Di perjalanan Bapak memang sudah mewanti-wanti agar beliau nggak diajak masuk ke dalam studio. Alasannya karena "malas" jika harus menjawab sesuatu yang sifatnya terlalu pribadi. Pasalnya tahun lalu ketika gue mengisi acara dalam rangka Hari AIDS Sedunia, ada seseorang yang bertanya kepada Bapak dan membuatnya nggak nyaman. Bapak memang nggak memeberitahu gue apa isi pertanyaannya, tapi beliau menjelaskannya dengan 2 kata, "Pertanyaan kepo."
Sekitar pukul 4.30 gue dan Bapak menuju ke studio I-Radio yang letaknya di lantai 8. Hanya menunggu beberapa menit, Andrew menemui kami dan mengajak kami ke ruang tunggu. Setelah diberikan penjelasan singkat kami juga sedikit mengobrol. Andrew ternyata sudah mengenal gue sejak tahun 2009, waktu novel pertama gue "Waktu Aku sama Mika" terbit. Ia juga sudah membaca 2 novel gue yang lainnya, "Karena Cinta Itu Sempurna" dan "Guruku Berbulu dan Berekor". What a nice surprise! Hati gue jadi semakin senang :) Berhubung Bapak sudah tahu pertanyaan apa saja yang akan diajukan, beliau pun bersedia untuk menemani gue di dalam studio meskipun nggak ikut diwawancara.
Gue lalu berkenalan dengan Feli dan Kamal, hosts yang akan on air bersama gue. Kesan pertama gue; mereka kocak-kocak, hehehe. Berbekal portofolio yang sudah diprint, wawancara pun dimulai :)
Seperti biasa, dimulai dengan perkenalan singkat kepada pendengar mereka lalu mulai memberikan pertanyaan seputar novel "Waktu Aku sama Mika". Gue menceritakan tentang proses penulisan novel yang tadinya hanya buku harian pribadi, jadi ketika sudah dicetak masih lengkap dengan tanggal dan segala macam typo-nya. Gue juga mengenalkan sosok Mika secara singkat, tentang sejauh mana ia dulu begitu mempengaruhi gue dan menjadikan gue pribadi yang lebih positif.
Setelah itu perbincangan kami semakin mengalir. Feli bertanya apakah gue pernah mendapatkan deskriminasi dari lingkungan sekitar selama berpacaran dengan Mika. Gue bercerita bahwa dulu ada beberapa anak di sekolah yang mengucilkan gue karena tahu Mika ODHA. Gue bahkan sempat dilarang menggunakan toilet yang sama dengan alasan takut menulari yang lain. Meskipun terdengar konyol, tapi dulu memang banyak sekali yang belum mengerti HIV/AIDS dengan baik. Berpacaran dengan Mika nggak membuat gue terinfeksi, dan jika pun ODHA menggunakan toilet yang sama dengan mereka, itu sama sekali aman. Lucunya, dulu malah ada seorang dokter yang menolak menangani Mika dengan alasan keamanan. Padahal gue pernah membaca tentang 'Keamanan Universal', yaitu prosedur penanganan pasien dengan menghindari kontak cairan tubuh, misalnya dengan menggunakan sarung tangan. Yang artinya semua pasien harus dilayani dengan baik, termasuk ODHA. Sejak saat itulah gue ingin tahu lebih banyak tentang HIV/AIDS dan mencari cara agar nggak ada lagi orang-orang yang diperlakukan seperti Mika.
Jeda iklan novel "Waktu Aku sama Mika" langsung dibaca, hihihi :) |
Bapak menemani gue di dalam studio :) |
Feli dan Kamal pun penasaran dengan hal-hal apa saja yang bisa menularkan HIV karena menurut mereka sepertinya gue nggak takut tertular dengan Mika :) Hihi, tentu saja. HIV nggak menular karena kontak sehari-hari. HIV terdapat di dalam sebagian cairan tubuh seperti; darah, air susu ibu dan cairan kelamin. Jadi berpegangan tangan, makan satu piring ataupun berenang bersama Mika sama sekali nggak masalah. Gue nggak pernah bosan menceritakan bahwa apa yang membuat Mika istimewa adalah kepribadiannya. Ia begitu penuh semangat dan selalu melindungi gue. Meskipun ia 7 tahun lebih tua dari gue, tapi selama 3 tahun bersamanya nggak pernah sekalipun ia memanfaatkan gue. Mika bahkan selalu mendorong gue untuk terus berpikir positif. Jadi apapun yang ia idap itu bukan masalah untuk hubungan kami, karena siapapun bisa saja jatuh sakit.
Ketika Kemal bertanya tentang bagaimana seharusnya lingkungan memperlakukan ODHA, gue langsung menjawab,"Sama saja." Karena gue sendiri nggak nyaman jika harus dibedakan. Status gue sebagai seorang scolioser (pengidap scoliosis) nggak membuat gue merasa jadi sosok yang berbeda dari orang kebanyakan. Gue punya banyak teman, dan beberapa diantara mereka ada yang seperti Mika. Tapi yang membedakan kami hanya hobi, makanan kesukaan, dan hal-hal semacam itu. Gue percaya selama kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan, maka semuanya akan baik-baik saja :)
Wawancara pun ditutup dengan pesan-pesan gue untuk para pendengar. Sama seperti yang gue sampaikan di "HIV/AIDS Awereness 2014"28 November lalu, gue berharap orang akan peduli dengan HIV/AIDS bukan hanya di 1 satu Desember atau baru pada saat ada keluarga atau orang terdekatnya yang terinfeksi. Tapi peduli bisa dimulai dari sekarang, karena nggak ada kata terlalu cepat untuk memulai. Untuk peduli nggak perlu menjadi seorang aktivis atau expert, tapi dengan membantu menyebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS di lingkungan terdekat dan melawan diskriminasi pun sudah menunjukan bahwa kita peduli.
Bersama Andrew :) |
Wawancara selesai sekitar pukul 6 lewat. Sambil berpamitan gue memberikan sebuah novel "Waktu Aku sama Mika" untuk I-Radio. Badan gue yang sedang kurang fit pun terasa membaik karena energi positif yang ada di sini. Bibir gue nggak bisa berhenti tersenyum karena hal-hal yang sudah dialami tadi. Saat ada orang yang gue temui dan mengaku bahwa pandangan mereka tentang HIV/AIDS berubah menjadi lebih positif rasanya benar-benar priceless. Saat Andrew berterima kasih atas kehadiran gue, rasanya gue lah yang harus berterima kasih karena mendapatkan kesempatan seperti ini :)
Di perjalanan pulang gue mulai terkantuk-kantuk. Saat hampir terlelap gue mendengar Bapak berkata, "Tadi bagus sekali. Kalau Mika dengar kira-kira bagaimana, ya?"
Gue terkikik, mengangkat bahu sekilas. Entahlah, yang gue inginkan hanya semua orang tahu bahwa Mika orang baik...
blessed girl,
Indi
_______________________________________________________