3 Januari 2017
Handphone gue bergetar. Waktu gue buka rupanya whatsapp dari Ibu yang sedang berada di ruang TV. Gue terkikik, ---karena jaraknya hanya beberapa meter saja dari kamar tidur gue. Ibu memang sering mem-forward pesan-pesan yang didapat dari grup teman-temannya atau yang beliau dapat dari internet. Biasanya isinya seputar informasi seminar, dunia menulis atau bahkan sesuatu yang konyol. Tapi kali ini rupanya Ibu mengirimkan sesuatu yang lebih serius...
"Kak, besok kita jenguk Jamal, yuk. Tangannya baru diamputasi karena kecelakaan di pabrik bata."
Gue menatap peta lokasi rumah sakit Ibu kirim beberapa detik.'Bagaimana jika ini hoax?''Ibu dapat informasi ini darimana?' ---gue bertanya-tanya dalam hati. Tapi akhirnya gue hanya membalas pesan Ibu dengan satu kata, "Iya."
4 Januari 2017
"Ayo, bangun. Kan kita mau jenguk Jamal."
Pagi-pagi Ibu sudah membangunkan gue, padahal biasanya beliau cuek karena gue nggak punya 'jam kerja' alias ngantor di rumah. Mungkin karena nggak yakin dengan kebenaran cerita tentang Jamal, gue jadi lupa kalau kemarin setuju untuk ikut.
Tapi well, gue karena pikir alamat rumah sakit yang dimaksud nggak terlalu jauh, jadi gue putuskan saja untuk mengambil resiko. Kalau ternyata kabar itu hoax, at least gue bisa memperingatkan orang lain agar nggak tertipu (meski pasti tetap kesal, hahaha). Bukannya gue sceptical, tapi di zaman sekarang ini (gue manusia masa lalu, lol) situasi buruk pun bisa saja dimanfaatkan untuk diambil keuntungannya. Misalnya saja kejadian baby Fang Fang baru-baru ini (rest in peace, little angel). Disaat keluarganya sedang berduka beredar pesan berantai di BBM dan whatsapp yang isinya meminta donasi, padahal mereka sama sekali nggak pernah meminta, ---bahkan nomor rekeningnya pun entah milik siapa. Itulah kenapa gue lebih berhati-hati sekarang. Jangan sampai niat baik malah sampai ke orang-orang yang berhati busuk kaya Evil Queen...
Di perjalanan ke rumah sakit gue bertanya pada Ibu darimana beliau mendapatkan berita tentang Jamal. Katanya dari grup alumni SMA nya, dan sudah ada yang mengecek kebenarannya. Ah, gue jadi lega dan tahu bahwa kedatangan kami nggak percuma :)
Dari Ibu gue jadi tahu cerita memilukan tentang Jamal. Usianya baru 6 tahun, rencananya akan masuk TK sebentar lagi. Seperti anak-anak kebanyakan, Jamal sangat aktif dan rasa ingin tahunya sedang tinggi-tingginya. Tanpa rasa takut ia bermain dengan mesin press di pabrik bata tempat ayahnya bekerja. Sayang... karena kejadiannya sangat cepat, ayah dan kakek Jamal terlambat untuk menolongnya. Kedua tangannya sudah remuk. Ayah dan kakek yang berusaha menyelamatkannya pun mengalami cedera. Bahkan jari tangan kakek Jamal harus ikut diamputasi karena terlambatnya pertolongan.
Di tengah hari gue, Ibu dan Bapak tiba di rumah sakit. Saat tiba di pintu gerbang bangsal anak kami nggak langsung dipersilakan masuk. Mungkin karena kondisi Jamal yang belum bisa menerima banyak tamu. Nggak lama kemudian seorang satpam dengan sigap mengantarkan kami ke kamar Jamal yang letaknya di lantai 2 (---beneran sigap lho satpamnya, beliau sampai sempat antar gue ke toilet lalu mengantarkan kami lagi ke lantai 1, keren!). Jamal dirawat di kamar yang berisi 3 tempat tidur dan ia berada di paling ujung, dekat dengan lorong. Saat kami datang Jamal sedang disuapi seorang wanita yang ternyata adalah neneknya. Kesan pertama saat melihat sosoknya yang mungil dan bertelanjang dada, gue langsung tersenyum. He is such a handsome young man! ---dan tak ragu, juga kuat. Pasti nggak mudah untuk beradaptasi dengan kondisi barunya, tapi gue lihat Jamal bisa, ia menggunakan kedua kakinya untuk 'mencolek' tubuh neneknya saat menginginkan sesuatu.
Hati gue jadi ikut pilu waktu mendengar neneknya bercerita sambil terisak. Katanya selain ayah dan kakeknya yang nggak bisa menemani Jamal karena masih belum pulih, ibu Jamal juga kondisinya belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh karena baru saja melahirkan. Iya, Jamal dan keluarganya bukan berasal dari Bandung, tapi dari Garut. Jadi selama di rumah sakit sejak akhir bulan Januari lalu segalanya diurus oleh neneknya. Secara fisik dan mental gue yakin situasi ini bukan hanya sulit bagi Jamal, tapi juga keluarganya. Gue nggak terlalu mengerti Bahasa Sunda, tapi dari matanya gue bisa melihat dengan jelas bahwa Jamal sedikit frustasi ketika ingin menunjuk ayam suir yang berada di atas piring makan siangnya. Dan itu membuat neneknya (lagi-lagi) menitikkan air mata karena butuh beberapa saat bagi beliau untuk mengerti keinginan cucunya.
Gue dan keluarga nggak berlama-lama, kami langsung pamit pulang setelah memberikan sedikit oleh-oleh untuk Jamal. Sayang sekali neneknya nggak punya kontak untuk dihubungi, padahal kami ingin sekali mendapat kabar dari perkembangan Jamal kelak.
Setelah bertemu langsung dengan Jamal gue jadi mencari tahu lebih banyak tentang kejadian yang menimpanya. Rupanya tangan kanan Jamal sebenarnya ada kemungkinan bisa selamat seandainya nggak terlambat dibawa ke rumah sakit. Tapi sayangnya akses ambulance nggak ada di tempat mereka tinggal (daerah pelosok Garut), jadi tangan kanan Jamal terlanjur menghitam dan membusuk. It's a shame bahwa baru setelah kejadian tragis ini baru ada perhatian tentang accessibility di daerah terpencil... Kabarnya Dedi Mulyadi (DPD Golkar I Golkar Jabar) menginstruksikan para anggota legislatif di daerah dan provinsi untuk memperjuangkan hak masyarakat berupa fasilitas kesehatan ambulance agar nantinya nggak ada lagi Jamal-Jamal yang lain. But well... it's better than nothing. Mudah-mudahan saja akses kesehatan bisa dijangkau di seluruh pelosok Indonesia.
Meski nggak mudah, tapi meratapi nasib nggak akan mengubah apa-apa. Gue yakin masa depan Jamal cerah. Ia aktif, pandai mengaji dan berkeinginan kuat. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah bersama-sama mendukungnya untuk melewati masa penyembuhan. Fisioterapi nantinya tentu akan dibutuhkan untuk adaptasi dengan kondisi barunya. Dan jika Jamal menghendaki, ia juga bisa memakai lengan palsu nanti (klik di sini jika ingin berdonasi untuk lengan palsu Jamal). Tapi untuk sekarang jika ada teman-teman yang ingin menjenguk Jamal dan membawakan sesuatu, kalian bisa memberinya diapers anak, dan makanan untuknya juga neneknya. Katanya Jamal mulai bosan dengan menu rumah sakit yang itu-itu saja :) Dan Jamal juga membutuhkan mainan untuk menemani melewati hari-harinya saat menjalani perawatan. Mainan adaptatif adalah pilihan yang wise, kalian bisa membawakan sesuatu yang bisa dimainkan oleh kaki seperti "simon says"(maaf gue lupa apa istilahnya) atau ring dengan berbagai ukuran yang bisa dimainkan di pergelangan kaki. Nenek Jamal juga membutuhkan benda-benda yang bisa membuatnya nyaman seperti selimut, daster atau baju ganti.
Jika ada teman-teman yang tinggal di Bandung, atau sedang mengunjungi Bandung. Kalian bisa menjenguk Jamal di sini:
Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung (RSHS)
Kamar inap anak, Kemuning. Lantai 2 kamar 2 atas nama: Jamaludin.
salam,
Indi
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------