Sejak bertahun-tahun yang lalu gue bersahabat dengan Avri, ---kami satu kelas dan kalau hangout selalu bersama meskipun teman-teman kami silih berganti. Setelah lulus, kesibukan kami pun jadi berbeda; gue fokus di kegiatan menulis dan menetap di Bandung, sementara Avri berpindah-pindah di beberapa pulau dan sekarang menjadi seorang dosen. Lama sekali kami nggak bertemu, sampai tiba-tiba saja ia mengajak janjian karena sebentar lagi akan menikah. Gue senang bukan main dan langsung mengiyakan ajakannya. Sampai-sampai gue lupa bertanya dulu sama si pacar apa gue boleh hangout tanpanya (---sementara ia baru satu minggu tiba di Indonesia) dan juga lupa bilang sama Avri kalau gue punya pacar!
Semakin dekat dengan tanggal janjian, gue malah jadi "lupa-lupa ingat". Bukannya mendadak nggak excited bertemu dengan Avri, tapi karena si pacar baru moving in alias pindah ke rumah orangtua gue, jadi banyak yang harus disesuaikan. Ya, namanya biasa sendirian lalu tinggal seatap otomatis schedule gue jadi berubah, ---termasuk soal mengecek handphone! Bahkan beberapa jam sebelum waktu janjian gue baru tahu kalau Avri mengirim pesan untuk memastikan gue datang, dan itu langsung membuat gue galau maksimal... Sambil deg-degan gue ceritakan situasinya sama si pacar dan meminta pengertiannya untuk ditinggal di rumah sementara gue hangout. Dia rupanya oke-oke saja, tapi setelah dipikir kok gue jadi nggak tega ya? Hehehe :'D Dia masih sangat asing dengan situasi di sini, dan meninggalkannya gue rasa bukan hal bijak. Jadi gue putuskan untuk mengajaknya. ---Soal bagaimana reaksi Avri, itu urusan belakangan.
"Vri, gue sudah di jalan, ya. Sekitar 10 menit lagi gue sampai. Eh, iya tapi gue sama pacar. Nggak apa-apa kan, ya?"
Di mobil gue mengetik pesan untuk Avri, nggak lupa diakhiri dengan emoticon senyum yang super lebar.
"Yah, kalau ada pacar kita jadi canggung, dong."Balas Avri. Gue jadi merasa nggak enak, dan cepat-cepat membalasnya;
"Don't worry, pacar gue nggak keberatan kok. Dan dia juga bisa nunggu di tempat lain sementara kita hangout."
Dan giliran sama si pacar lah gue jadi nggak enak...
***
Akhirnya kami tiba di mall tempat janjian yang saat itu sedang super penuh (---panasnya, ya ampuuuun). Avri katanya menunggu di foodcourt, dekat dengan bioskop. Gue tahu betul dimana tempat yang dimaksud karena kami dulu sering janjian di tempat yang sama. Tapi berhubung sudah lama nggak bertemu dan banyak sekali orang, menemukan Avri bukan jadi hal yang mudah. Gue dan pacar akhirnya malah berdiri linglung di tengah keramaian sambil berharap Avri duluan yang menemukan kami. Lalu,
"Indi!"
Akhirnya, suara yang sangat gue kenal memanggil nama gue! Avri! Dengan cepat gue berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Ah, rindu sekali gue padanya sampai-sampai nggak sadar kalau ada orang lain yang menunggu bersama Avri.
Gue melihatnya, perasaan gue campur aduk. Rasanya hati gue akan meledak tapi reaksi yang bisa gue keluarkan hanya menangis...
"Hey, maaf gue nggak bilang sama lo. Tapi ini ada yang mau ketemu sama lo. Sudah ya marahnya... sudah kelamaan..." Avri berkata lirih sementara gue rasanya mau ambruk.
Sosok di depan gue berdiri dan memeluk gue. ---Gue membalas pelukannya erat. Setengah berbisik dia berkata, "Maafin gue, Indi, maafin, ya."
Dan akhirnya setelah 6 tahun gue menjawab permintaan maafnya sambil terisak, "Gue juga minta maaf... Gue kangen sama lo..."
Manda. Itu namanya. Dulu gue, Avri dan dirinya adalah sahabat yang super dekat. Kemana-mana kami selalu bertiga, saat duduk di kelas pun kami nggak pernah berjauhan. Sampai-sampai teman-teman yang lain memanggil kami dengan sebutan "Ban Becak". Mereka berdua juga seperti bodyguard gue, terutama Manda yang selalu "pasang badan" buat gue. Gue punya masalah sama cowok, dia ada. Gue belum dijemput sama Bapak, dia ada. Bahkan saat gue sibuk di salon sampai berjam-jam, dia ada, ---menunggu gue sambil membaca buku koleksinya yang tebal-tebal. Gue menyayangi mereka berdua, tapi Manda memang punya tempat istimewa, bahkan gue sering bercanda dengan bilang, "Having you is better than having a boyfriend." ---Sampai "sesuatu" terjadi. Ada sebuah kejadian yang membuat gue sangat marah, sakit, kecewa dan (merasa) nggak bisa memaafkan Manda. Nggak peduli seberapa keras pun dia mencoba, hati gue tetap keras. Selama bertahun-tahun pesan permintaan maafnya yang Manda kirim di semua media sosial yang gue punya selalu gue ignore...
***
Si pacar jelas kebingungan karena ini pertama kalinya bertemu dengan sahabat-sahabat gue dan langsung dibuka dengan tangisan. Gue mencoba menjelaskan dengan cepat sambil menenangkan diri.
Lucu. ---Atau aneh. Selama 6 tahun gue marah sejadi-jadinya tapi dengan sebuah pelukan hati gue terasa hangat. Gue luluh. Gue jadi sadar betapa gue merindukan Manda dan "kegilaan" kami ketika dulu sering berkumpul bertiga. Pelan-pelan suasana menjadi nyaman, air mata gue sama sekali hilang digantikan dengan tawa karena kami seru berbicara tentang kenangan-kenangan ajaib yang dulu dilalui. Dan rencana agar pacar gue menunggu di tempat lain pun batal karena rupanya kedua sahabat gue juga ingin hangout dengannya (---itu bagus karena selain restu orangtua, restu sahabat juga penting, hahaha). Kalau gue menyebutkan hari-hari bersejarah selama hidup gue, without a doubt gue akan masukkan hari bertemunya kembali dengan Avri dan Manda ini. Semakin lama kami bicara semakin gue merasa kalau kami sedang berada di kantin saat bubar kelas. Rasanya kemarahan gue selama 6 tahun itu sama sekali nggak pernah terjadi...
![]() |
Senang bisa belajar untuk memaafkan :) |
![]() |
Dua sahabat kesayangan; Avri dan Manda, juga satu-satunya pacar kesayangan, Shane. |
Mereka sama sekali gue berubah, masih Avri yang random dan Manda yang over protective. Gue masih menjadi "baby" di antara mereka. Dengan iseng mereka mengintrogasi pacar gue, memastikan gue happy dan dengan "brutal" menceritakan kenakalan-kenalakan ala ABG gue dulu. Gue juga lega karena si pacar get along dengan mereka meski gue kadang bolak-balik jadi penerjemah atau membiarkan dia pakai 'bahasa tubuh'. Malah sepertinya pacar gue ini siap menjadi anggota ke empat dari "gank" kami karena okay-okay saja saat diisengin. Avri dan Manda meminta dia untuk pesan kopi sendirian, padahal Bahasa Indonesia pacar gue terbatas sekali. Ah, I love these crazy peeps, hahaha :D
Di tengah keseruan kami tiba-tiba saja Manda bertanya, "Kalian masih ingat nggak sama impian kita waktu dulu?"
Gue dan Avri menggeleng, lalu disambut tawa Manda sambil mengejek kami, "Dasar pelupa!"
"Waktu itu kita lagi ngumpul di kantin, gue bilang suatu hari bakal jadi pengusaha. Dan lo Avri, lo bilang suatu hari bakal ngajar, jadi dosen. ---Nah, kalau lo Indi, lo bilang suatu hari buku lo harus jadi film!"
Gue bengong, kaget. Impian kami sekarang sudah menjadi kenyataan. Padahal dulu, saat menyebutkan impian-impian itu kami hanya goofing around seperti biasa. Bahkan impian "iseng" Manda yang bilang kalau dia hanya mau menonton film gue jika pemerannya Vino Bastian pun menjadi kenyataan! Jadi meski gue berhenti bicara kepadanya, selama bertahun-tahun rupanya Manda tetap "mengikuti" gue. Bukan hanya menonton film gue, tapi dia juga "memeriksa" kabar gue melalui blog ini. Gue jadi terharu karena sahabat-sahabat gue ini benar-benar tanpa syarat. Bahkan di saat gue marah pun mereka tetap peduli dan "ada" meskipun nggak secara fisik.
Terkadang kita harus belajar dengan cara yang "keras", dan saat inilah salah satunya. Tanggal 26 Maret 2018 adalah hari dimana gue belajar bahwa efek dari kemarahan hanya membuat gue berfokus dengan hal-hal buruk dan "lupa" bahwa sebelumnya ada hal-hal baik yang pernah terjadi. Kemarahan juga membuat gue memutuskan sesuatu yang sebenarnya nggak gue inginkan. Jangan, ---JANGAN pernah memutuskan sesuatu saat sedang marah karena itu hanya akan berakhir dengan penyesalan. Gue bersyukur karena Avri berinisiatif untuk mempertemukan gue dengan Manda. Kalau saja gue menolak bertemu, gue akan kehilangan kesempatan untuk belajar memaafkan dan meredam amarah.
Sebelum kami berpisah untuk pulang Avri membisikkan sesuatu kepada Manda. ---Sejak dulu mereka memang seperti ini, kalau Avri malu-malu pasti Manda yang jadi juru bicaranya.
"Avri penasaran tuh, katanya pacar Indi ngizinin nggak kalau kita hangout lagi kaya dulu?"
Gue melirik si pacar menunggu jawabannya.
"Tentu saja!"jawabnya dengan Bahasa Indonesia yang terdengar canggung.
Ah, gue speechless! :')
yang lagi happy banget,
Indi
_____________________________________________________________________