Quantcast
Channel: Dunia Kecil Indi
Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

Tentang Dominika: My Little Best Friend :)

$
0
0

Mungkin yang sering membaca blog ini sudah tahu bahwa gue sangat suka dengan anak-anak. Yup, gue bahkan bekerja di pre school agar bisa lebih dekat dengan mereka. Bermain dengan anak-anak selalu membuat gue gembira dan berenergi, rasanya semua semua hal buruk pergi dan yang ada hanya hal positif. Gue sangat menikmati pekerjaan gue, dan ketika ada hari-hari dimana merasa terlalu lelah untuk bekerja, hanya dengan mengingat akan bertemu mereka lah yang membuat gue tersenyum :) Tapi bagaimana jadinya jika ada seorang anak yang memusuhi gue mati-matian? 


Namanya Dominika. Gue langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihatnya. Pipinya tembam, rambutnya coklat keemasan dan kulitnya putih bersih. Di lengan dan kakinya tertempel banyak plester. Bukan karena luka, tapi Dominika memang senang menempelkan plester di tubuhnya. Meski masih kecil ia sudah mempunyai warna favorit, yaitu pink. Waktu itu gue langsung berkata pada diri sendiri bahwa gue dan Dominika pasti akan bisa cocok. Bagaimana nggak, kami punya kebiasaan yang sama, menempelkan plester agar berkesan keren, dan juga sama-sama menyukai warna pink. Jadi ketika tahu gue ditempatkan di kelasnya, gue bahagia bukan main. Dengan senyum semanis mungkin gue menghampirinya dan menjulurkan tangan untuk berkenalan. "Halo, my name is Miss. Indi", kata gue. Dan tahu kah apa balasannya? Dominika menatap gue heran dan pergi begitu saja!

Haha, kalau diingat memang lucu. Tapi ketika gue mengalaminya sama sekali nggak terasa begitu. Perasaan gue bercampur-capur antara sedih, tersinggung dan penuh tekad untuk meluluhkannya. Gue masih dalam masa trial, setiap hal yang gue lakukan akan dinilai dan dijadikan pertimbangan apakah gue layak untuk bekerja di sana. Gue dan Dominika seperti kucing dan anjing. Dia nggak mau gue dekati dan satu-satunya yang menarik perhatian ia hanyalah sepatu gue yang ala princess. Tapi selebihnya nggak. Pernah suatu kali, ketika waktunya brunch Dominika nggak mau mengantri untuk mencuci tangan. Gue dengan suara penuh keibuan dan raut wajah seramah mungkin (lol) menegurnya dengan bilang, "line up, please". Tapi reaksi yang gue dapat benar-benar diluar dugaan. Ia langsung marah dan menangis sambil berbaring di lantai! Hahaha... Gue malu bukan main. Pikiran bahwa gue dan Dominika akan cocok pun sudah hilang entah kemana...

Situsi ini benar-benar membuat gue canggung. Gue jadi menjaga jarak dengan Dominika. Begitu juga sebaliknya, ia lebih memilih teacher lain dibanding gue. Lama-lama perang dingin antara gue dan Dominika pun mulai tercium oleh Miss. Alison. Ia menganggap apa yang gue alami ini lucu, dan cara penyelesaiannya mungkin lebih mudah dari yang gue bayangkan. Gue disarankan agar lebih mengalah karena mungkin saja Dominika merasa tersaingi dengan kehadiran gue. Haha, waktu itu rasanya geli bukan main, bagaimana mungkin seorang balita merasa tersaingi dengan seseorang yang usianya berkali-kali lipat darinya. Tapi, well ya mungkin juga ada benarnya. Gue mempunyai sisi kekanakan yang kuat di dalam diri gue. Dominika mungkin bisa merasakannya, jadi gue putuskan untuk mengikuti saran Miss. Alison.

Gue akhirnya bekerja secara resmi di sana. Gue nggak lagi ditempatkan di kelas Dominika dan mengajar anak-anak yang usianya lebih muda. Jarak kelas gue dan Dominika pun cukup jauh, dari ujung ke ujung dan dipisahkan oleh playground yang sangat luas. Kadang gue berpapasan dengannya dan mencoba tersenyum iseng kepadanya. Reaksinya sesuai dugaan gue, dia memasang grumpy face lalu memalingkan wajah, hahaha. Tapi rasa iseng gue malah makin menjadi, dari sekedar senyum lalu meningkat dengan menghampirinya dan berjongkok di depannya. Reaksi Dominika lumayan membuat gue menciut. Ia berteriak dan menolak didekati. "Awas", "Sana", "Jangan" adalah kata-kata yang sering gue dapatkan. Wajah gue kalau saja dilihat dari rekaman CCTV pasti sangat nggak karuan, lol. Setelah 1 bulan akhirnya gue berhenti mencoba. Seperti yang sudah gue bilang, gue punya sisi kekanakan yang sangat kuat. Jadi secara diam-diam, jangan sampai teachers lain mengetahuinya, gue meng"iya"kan ajakan perang Dominika.

Setiap kali kami berpasasan di playground gue pura-pura nggak melihatnya. Kalau jarak kami cukup jauh gue akan curi-curi pandang padanya. Setiap kali ia melihat ke arah gue, gue akan pura-pura nggak melihat, hahaha. Konyol, tapi Dominika pun melakukan hal yang sama. Gue tahu ia memperhatikan gue dan kadang mendekati gue dengan jarak sekitar 2 meter lalu pergi setelah menunggu dan nggak mendapatkan respon dari gue. Sulit sekali untuk menahan agar nggak tersenyum. Betapapun ia memusuhi gue, tetap saja setiap kali melihatnya gue menemukan sesosok gadis kecil yang menggemaskan.

Lalu datanglah hari yang sangat ajaib. Posisi sepertinya berbalik, Dominika menjadi orang dewasa dan gue menjadi anak-anak. Ketika kami berpasasan di playground ia yang sedang berlari tiba-tiba berhenti dengan jarak yang lumayan dekat dari hadapan gue. Ia tersenyum dan berkata, "Hai" lalu kembali berlari. Kejadian ini terus berulang selama berhari-hari. Gue mengagumi keteguhan Dominika untuk mencoba berkomunikasi dengan gue. Ketika gue mulai membalas sapaannya jarak kami semakin dekat. 2 meter, 1 meter dan akhirnya hanya beberapa senti saja. Dan ketika itu terjadi, tahukah apa selanjutnya? Gue dan Dominika segera menjadi teman baik!

Sepulang sekolah Dominika pasti mengikuti day care, jadi meski kelas kami berjauhan tapi selalu punya kesempatan untuk bertemu. Ia bukan tanggung jawab gue karena karena waktu bekerja bersama anak-anak sudah habis. Tapi jika pekerjaan gue nggak terlalu banyak, dengan senang hati gue menemaninya. Terkadang kami nggak melakukan apa-apa sampai ia tidur di pangkuan gue. Atau ada saatnya gue bekerja di kelas dan ia tetap ingin menghabiskan waktu bersama gue. Meski artinya ia hanya bisa menonton gue bekerja sambil bermain sendiri, tapi ia tetap menunggu. Setiap Dominika keluar dari kelasnya, ia pasti berkata pada teachernya, "Mau main di kelas Indi"
Iya, Indi, tanpa "miss" karena di luar waktu sekolah kami berteman :)

@ Domino's Pizza with Dominika :)
Waktu menyenangkan sepulang sekolah :)

Seperti selayaknya teman, gue dan Dominika sering melakukan hal konyol bersama. Kami pernah minum jus di gelas mainan dan mencucinya kembali ketika nggak ada yang melihat (lol). Kami juga sering bergulat di karpet kelas ketika sebagian besar teacher sudah pulang. Bukan itu saja kami juga melakukan hal-hal girly bersama. Beberapa kali gue membawa make up kit mini ke dalam kelas dan kami bercermin sambil berdadan. Tenang saja, gue hanya membawa peralatan yang aman kok. Baby powder, kids body mist, rubber band dan lain sebagainya. Kadang jika rambut gue diikat dua, Dominika minta agar rambutnya dibuat sama. Penah satu kali gue mengepang rambutnya dan ia ingin memegangnya terus-terusan. Gue berkata padanya supaya terlihat cantik rambutnya jangan dipegang-pegang terus, dan ia menurut. Semenjak hari itu lah kami punya istilah untuk rambut cokelat kami yang habis didandani dengan sebutan: Rambut cantik :p

Lama kelamaan gue menjadi role model bagi Dominika. Ia sering memakai sepatu gue dan dengan hati-hati mengembalikannya lagi ke rak sepatu. Ia malah pernah meniru gue yang hobi menggunakan stocking setiap hari. Ia memakai kaos kakinya, menariknya sampai lutut dan menolak setiap kali ada yang meminta untuk menurunkannya. Ternyata ia berusaha membuat kaos kakinya terlihat seperti stocking! Dan dengan bangga ia menunjukannya pada gue sambil berkata, "Sama". What a smart girl! :)
Saat waktunya makan siang, teachers terkadang menggoda gue karena sudah berhasil berbaikan dengan dominika. Mereka nggak menyangka Dominika jadi sangat dekat dengan gue karena sebelumnya kami bagaikan kucing dan anjing. Bahkan Miss. Dewi, teacher dari Dominika bertanya dengan heran pada gue, "Indi, kenapa Dominika jadi lengket gitu sama kamu?". Dan gue pun hanya menjawabnya dengan cengiran konyol sambil menggelengkan kepala, karena sampai hari ini pun gue nggak tahu alasannya, hehehe.

Kemarin karena kelas gue lebih dulu selesai, gue sempatkan untuk mengintip ke kelas Dominika. Ternyata di sana sedang pelajaran tentang "water life". Anak-anak berdiri mengelilingi container kuning yang berisi ikan-ikan lucu dengan antusias. Tapi nggak dengan Dominika. Ia menangis histeris dan menolak ketika diminta untuk memasukan tangannya ke air. Karena penasaran gue menghampirinya dan mencoba menunjukan padanya bahwa nggak ada yang perlu ditakuti, tapi ia tetap menangis sambil duduk di pangkuan gue yang sedang berjongkok. Ketika ditanya ia berkata "Caught a fish... Caught a fish!!" Gue menatapnya heran, nggak mengerti dengan apa yang ia maksud. Lalu setelah beberapa saat kemudian gue tertawa kencang. Perut gue rasanya geli. Gue mengerti apa yang ia maksud. Ada sebuah lagu berjudul "Once I Caught a Fish Alive" yang berlirik seperti ini:

One, two, three, four, five,
Once I caught a fish alive,
Six, seven, eight, nine, ten,
Then I let it go again.

Why did you let it go?
Because it bit my finger so.
Which finger did it bite?
This little finger on the right.


Hahaha, Dominika ternyata takut jarinya digigit ikan! Well, sepertinya gue bukan saja mempunyai teman kecil yang menggemaskan, tapi juga lucu. Love you, Dominika! Semoga nggak ada lagi perang di antara kita, ya :p


***
Facebok: here | Twitter: here | contact person: 081322339469


Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

Trending Articles