Sejak pertama kali Eris hadir di kehidupan gue, gue langsung tahu kami akan menjadi sahabat. Eris selalu ada saat gue senang atau sedih, selalu setia untuk mendengarkan cerita-cerita khayalan yang akan sangat memalukan jika manusia yang mendengar. Setiap kali gue pergi Eris selalu menunggu dengan sabar lalu mengibaskan ekornya dengan riang saat gue kembali. Mengizinkan gue membenamkan wajah di lehernya yang berbulu halus saat gue bersedih. Terkadang ia bahkan menaruh kaki depannya yang besar di pangkuan gue seolah berkata, "Semua akan baik-baik saja."
Tapi gue nggak pernah menyangka bahwa Eris akan menyelamatkan nyawa gue, memberi tahu gue sesuatu sebelum semuanya terlambat...
Beberapa bulan lalu Eris sering sekali mengendus bagian dada gue. Kalau sudah begitu gue hanya tertawa dan berpura-pura mengusirnya sambil bergurau bahwa ia sudah terlalu besar untuk menyusu. Gue nggak menganggapnya serius karena Eris adalah anjing yang jinak. Ia senang menyusup di antara ketiak kalau gue sedang berjongkok, atau mendekatkan kepalanya ke kaki gue kalau sedang berdiri. Tapi lama kelamaan Eris mulai mengendus bagian dada gue secara teratur. Jika gue sedang berjongkok ia akan mendekat dan nggak akan berhenti sampai gue berdiri. Aneh memang, tapi gue pikir mungkin ia mencium bau bekas makan siang gue, karena terkadang ada yang tertumpah.
Lalu gue mulai perhatikan sesuatu: Eris hanya mengendus bagian dada kiri gue! Karena penasaran, sebelum bermain dengan Eris gue memakai baju yang bersih dan mencari tahu apakah ia akan tetap mengendus dada gue. Ternyata pergantian baju nggak mempengaruhinya sama sekali. Eris tetap mengendus dada gue. Bagian kiri!
Gue langsung memeriksa dada kiri gue. Mencari apa yang salah, mencari apa yang Eris cium. Tapi gue nggak menemukan apa-apa, semua normal di mata gue. Nggak ada benjolan, rasa sakit apalagi bau yang menusuk. Gue pun kembali dengan gurauan"Eris mau menyusu" dan pura-pura mengusirnya saat ia mulai mengendus.
Sampai 2 hari yang lalu, pagi-pagi sekali Eris berlari ke arah gue dengan kecepatan penuh. Ia menabrak gue dan berdiri dengan bertumpu pada kaki-kaki belakangnya sementara kaki-kaki depannya ada di dada gue. Ia mengendus dada kiri gue, salah satu kaki depannya mengais-ngais seperti hendak merobek piyama yang gue pakai. Kebingungan. Gue hanya bisa terdiam selama beberapa detik lalu tersadar bahwa Eris mencoba memberi tahu gue sesuatu. Tapi apa? Gue benar-benar bingung.
Dengan terburu-buru gue masuk ke kamar mandi, melepas piyama dan memeriksa dada kiri gue dengan teliti. Selama beberapa menit gue nggak menemukan apa-apa tapi gue terus mencari karena yakin sekali Eris mencoba memberi tahu bahwa ada yang salah. Lalu... Deg! Jantung gue rasanya mau copot. Telunjuk kanan gue menyentuh sesuatu yang keras seperti pantat telur ayam. Gue yakin ada benda asing di dada kiri gue tapi nggak yakin dengan ukurannya. Apa ini? Apakah ini kelenjar yang muncul saat mau menstruasi? Bisa saja. Tapi hati kecil gue tetap nggak tenang. Gue percaya Eris mencium sesuatu!
Gue bekerja seperti biasanya. Nyaris melupakan apa yang gue temukan beberapa jam sebelumnya. Gue sempat memberi tahu tentang benjolan yang gue temukan pada Ibu dan beliau setuju untuk mengantar gue ke dokter sepulang bekerja. Gue juga memberi tahu tentang ini pada beberapa rekan kerja gue, terutama yang sudah mempunyai anak karena mungkin lebih mengerti. Mereka menyarankan gue untuk pergi ke dokter umum karena bisa saja yang gue temukan hanya kelenjar yang nggak berbahaya.
"Kamu akan bilang apa nanti sama dokter? 'Seekor anjing bilang saya sakit?'", tanya Miss. Alison dengan logat Inggrisnya."Itu benar, tapi tentu akan kedengaran aneh sekali." ia menambahkan.
Tapi gue putuskan untuk melakukannya.
Dengan ditemani Ibu gue berkata pada dokter bahwa Eris mengendus dada kiri gue. Dokter kebingungan tapi tetap memeriksa gue. Setelah beberapa saat ia berhenti, membetulkan letak kacamatanya dan berkata lambat-lambat,
"Ini tumor payudara. Sudah sebesar bola pingpong dan harus di operasi."
Gue terkejut. Tapi entah kenapa gue tersenyum dengan perasaan lega. Gue beruntung mempercayai naluri Eris dan mengalahkan keraguan gue untuk berkata bahwa seekor anjing lah yang memberitahu gue bahwa ada yang salah. Gue benar-benar beruntung. Tuhan sangat menyayangi gue dan memberikan keajaibanNYA lewat Eris.
Gue beruntung benjolannya masih sebesar bola pingpong, bukan bola kasti.
Gue beruntung yang bersarang di dada kiri gue ini tumor, yang karena cepat terdeteksi belum menjadi kanker.
Gue beruntung mempunyai sahabat sebaik Eris. Karena meski dengan bahasa yang berbeda ia tetap mencoba untuk berbicara pada gue. She's my hero! :)
Terima kasih Tuhan. Terima kasih Eris! :)
woof you,
Indi
________________________________________________