![]() |
Akhir Agustus 2013, panjang rambut di bawah telinga :) |
Meskipun sering berganti model, rambut gue selalu berponi dan panjangnya nggak pernah melewati bahu. Kadang-kadang dibuat model bob klasik, kadang-kadang shaggy, dan di lain waktu rambut gue dibuat agak membulat. Banyak yang bertanya kenapa gue nggak pernah memanjangkan rambut, padahal rambut gue sehat dan cepat sekali tumbuh. Kalau ditanya seperti itu gue selalu menjawab bahwa'gerah' dan 'malas'adalah asalan mengapa gue lebih nyaman dengan rambut pendek. Belum lagi kalau gue harus buru-buru pergi di pagi hari, rambut gue butuh waktu 40 menit untuk dikeringkan dengan hair dryrer. Bagaimana jika rambut gue lebih panjang? Mungkin akan butuh waktu 1 jam :O
Jika gue ke salon untuk potong rambut stylish nya sering memuji, katanya rambut gue sangat tebal dan sehat padahal selalu dikeringkan dengan hair dryer. Ia bahkan sering bergurau, katanya rambut gue ini cukup untuk memenuhi kepala 2 orang dewasa. Kalau sudah begitu gue hanya tersenyum, karena rambut gue ini hasil turunan dari gen Ibu yang berambut tebal, bukan dari hasil perawatan khusus, hehehe.
Sebelumnya gue nggak pernah notice kalau rambut gue cepat sekali tumbuh. Sampai suatu hari sebelum break makan siang di prechool, Miss. Rifa, partner bekerja gue berkomentar tentang itu. Katanya poni gue cepat sekali menyentuh alis, padahal baru 2 minggu dipotong sangat pendek. Lalu ia bertanya tentang seberapa sering gue ke salon untung memotong rambut, karena menurutnya dengan kecepatan tumbuhnya rambut gue yang "segitu" pasti seenggaknya harus satu kali dalam sebulan. "Boros juga kamu, Indi," begitu ia menambahkan.
Well, gue nggak pernah memikirkan tentang budget sebelumnya, karena gue hanya ke salon ketika merasa rambut sudah terlalu panjang. Tapi setelah dipikir-pikir Miss. Rifa ada betulnya. Dalam sebulan gue bisa sampai 2 kali potong rambut, itu artinya cukup banyak uang yang dihabiskan.
"Kalau nggak dipotong dalam waktu beberapa bulan mungkin rambut kamu akan panjang sekali ya, Indi. Padahal banyak lho yang mau rambut seperti kamu."
Kata-kata Miss. Rifa membuat tersadar bahwa gue sudah menyia-nyiakan rambut gue sendiri. Gue membiarkan setiap 2 cm rambut yang dipotong terbuang sia-sia ke tong sampah tanpa memberinya kesempatan menjadi sesuatu. Ingin rasanya menjadikan rambut gue bermanfaat bagi orang lain, tapi apa?
Lalu entah bagaimana awalnya gue teringat dengan my awesome uncle, Om John. Ia gue juluki dengan "the world's fastest growing hair" karena rambutnya cepat sekali tumbuh, bahkan lebih cepat dari gue. Setiap kali rambutnya sudah menyentuh dada ia pasti memotongnya kembali sampai botak. Gue pikir itu aneh sampai gue temukan alasan mengapa ia melakukannya: He donate his hair to cancer patients!
Meski sejak 6 tahun lalu ia berhenti melakukannya, tapi apa yang ia lakukan menginspirasi gue. Thank you, Om John! ;)
Segera gue research tentang apa saja yang harus dilakukan untuk mendonasikan rambut, mulai dari panjang minimum sampai kondisi rambut. Syukurlah rambut gue meskipun terang tapi nggak tersentuh dengan bleach, gue juga nggak merokok dan dengan kecepatan tumbuhnya rambut, gue akan siap dalam waktu sekitar 4 bulan. Organisasi yang gue hubungi pertama adalah organisasi yang sama dengan tempat Om John mendonasikan rambutnya, dan yang kedua adalah organiasi lokal (gue akan sebutkan nama-namanya nanti). Thank God keduanya menyambut dengan baik, sudah saling follow di twitter and can't wait for the day!
Sejak berhenti memotong rambut di bulan Agustus (kecuali poninya), rambut gue sudah tumbuh sekitar 11 cm. Teman-teman di preschool terkejut waktu melihat gue setelah liburan. Mereka berkomentar bahwa rambut gue cepat sekali tumbuh karena sudah menyentuh bahu padahal sebelumnya hanya di bawah telinga. Mereka juga nggak percaya bahwa gue benar-benar mau memanjangkan rambut karena gue selalu memotongnya sebelum menyentuh bahu. Well, mereka belum tahu tentang rencana gue untuk mendonasikan rambut sih, sama seperti stylish di salon langganan gue yang bilang bahwa gue nggak akan tahan, lol. Tapi gue punya keluarga dan Ray yang sangat mendukung. Ibu memang terkejut pada awalnya karena beliau pikir gue akhirnya akan memanjangkan rambut untuk diri sendiri, tapi setelah gue jelaskan pelan-pelan Ibu mengerti bahkan memberikan tips agar rambut gue tetap sehat. Begitu juga Bapak yang dengan exited-nya memberi gue saran agar membeli sisir besar, karena menurutnya sisir mungil nggak akan lama lagi cocok untuk rambut gue, hehehe. Dan Ray, ia ikut senang karena rambut gue nantinya akan menjadi wig untuk anak-anak yang kehilangan rambut karena sakit atau kecelakaan.
Sekarang gue berusaha agar rambut gue tetap sehat. Gue masih mengeringkannya dengan hairdryer tapi gue usahakan dengan mode 'no heat'. Gue juga creambath di rumah satu minggu sekali supaya teksturnya tetap halus. Seriously, semakin hari rambut gue rasanya semakin berat, apalagi kalau sudah mulai menusuk-nusuk bahu rasanya geli sekali. Tapi gue coba abaikan perasaan itu, Mika saja yang laki-laki dan rambutnya menyentuh bahu dulu nggak pernah mengeluh, hehehe. Kebiasaan keramas gue juga jadi berubah, sekarang gue melakukannya di sore hari sehingga di waktu pagi nggak perlu menghabiskan waktu hampir 1 jam untuk mengeringkannya, dan gue bisa pergi bekerja tanpa terlambat. Gue akan terbiasa :)
Perasaan ingin memotong rambut itu kadang masih datang, tapi setiap kali teringat dengan anak-anak yang memuji dan menginginkan rambut gue selalu membuat semangat gue naik kembali. Daripada dibuang di tong sampah, rambut gue akan terlihat lebih bagus di kepala anak-anak itu. Empat bulan memang nggak sebentar, tapi tentu saja gue semakin dekat ;)
Foto-foto diambil pada tanggal 4 Januari waktu keluarga gue berkumpul di villa milik keluarga besar. Nenek senang karena akhirnya gue memanjangkan rambut. Hmm, tugas gue untuk menjelaskan pada beliau sepertinya akan lebih berat dibandingkan dengan pada Ibu. Wish me luck. Gue sadar mendonasikan rambut bukan hal yang common di Indonesia.
'kembarannya' Om John, lol,
Indi
___________________________________________________