Beberapa waktu lalu gue ditawari oleh Green Smile untuk mendesain dan membuat produk-produk fashion untuk mereka. Nop, nop, Green Smile itu bukan merk dari sebuah label fashion, kok, hehehe. Green Smile itu adalah gerakan yang mengajak anak-anak muda untuk hidup hijau sekaligus memperkenalkan keindahan/budaya Indonesia ke mancanegara. Nah, bagaimana produk fashion bisa jadi ramah lingkungan sekaligus memperkenalkan negara kita? Nanti akan gue ceritakan lagi, setelah semua produk selesai dan sudah dekat waktunya launching. Sekarang gue minta doanya saja supaya semuanya lancar. Amen... :D
Yang mau gue ceritakan sekarang bukan tentang Green Smile (soal ini akan gue ceritakan berbarengan dengan launching), tapi tentang proses pengerjaan produk-produk fashion ini yang ternyata membuat gue nggak bisa tidur! Sudah ada yang tahukah bahwa gue takut terbang (aerophobia)? Iya, gue takut, sangat takut terbang (baca: naik pesawat) malah. Dan karena lokasi untuk membeli bahan produk-produk yang akan gue desain dan buat itu di Jogja, gue pun terpaksa harus naik pesawat setelah berabad-abad menghindarinya!
Well, okay, "berabad-abad" terdengar berlebihan. Tapi gue memang sudah lama menghindari pesawat. Sebenarnya ini agak aneh karena dari kecil sampai gue berusia sekitar 13 tahun gue nggak bermasalah dengan terbang. Gue bisa dengan ceria ke bandara lalu menikmati penerbangan sambil bermain dengan Onci, boneka kelinci gue. Lalu ketika gue menginjak usia remaja, entah kenapa gue jadi takuuuuuut sekali untuk terbang. Dipaksa seperti apapun gue nggak akan mau. Onci nggak bisa menenangkan gue lagi. Gue lebih memilih perjalanan lewat darat meski itu memakan waktu seharian daripada harus menghabiskan 1 jam di atas pesawat. Setelah gue mengenal Ray, dia juga ikut membujuk gue untuk nggak "setakut" itu dengan pesawat. Katanya, bagaimana gue bisa bertemu dengan Steven Tyler yang berada di Amerika sana kalau gue nggak mau naik pesawat? Dengan yakin gue menjawab, "Nggak perlu, gue tunggu dia yang ke sini saja!".
Tapi kali ini lain cerita. Ini bukan liburan, gue nggak bisa memilih transportasi apa yang gue akan digunakan. Setakut apapun gue, gue sudah berjanji kalau soal pekerjaan harus profesional. Ya... at least mencoba, karena se-profesional apapun gue coba, tampang takut gue tetap kelihatan, hahaha. Eh, btw gue sering ditanya apakah gue mendadak takut naik pesawat karena film "Final Destination", soalnya film ini terkenal banget waktu gue beranjak remaja. Hmm, mungkin saja, sih. Tapi tepatnya kenapa, sepertinya sampai kapanpun gue nggak akan tahu :')
Jadi akhirnya, tanggal 25 Agustus lalu gue bangun pagi-pagi sekali. Demi mengejar penerbangan jam 2 siang di Jakarta yang katanya bertepatan dengan arus balik sesudah lebaran. Gue nyaris nggak tidur semalaman, kalau dihitung totalnya cuma 1 jam, sisanya gue habiskan dengan bolak-balik keluar kamar, berdoa dan sembunyi di balik selimut. Perjalanan dari Bandung ke bandara Soekarno-Hatta pun gue gunakan untuk 'menenangkan diri'. Minta diyakinkan oleh Bapak bahwa pesawat itu aman dan sibuk bertanya pada Ray tentang keamanan pesawat Lion Air. Memang agak ironis, Ray bekerja di travel agent tapi gue anti pesawat, hahahaha :'D
Ternyata gue sampai di Bandara terlalu pagi. jam 9.30 gue, Ibu dan Bapak sudah sampai, padahal diperkirakan jam 12 baru bisa sampai mengingat jalanan sedang macet. Kami terpaksa keliling-keliling bandara dulu sambil cari makanan dan menunggu Frisky, partner gue di Green Smile. Kenapa terpaksa? Karena bandaranya kotor sekali, satu-satunya bagian yang wangi cuma tempat spa. Gue mau mampir ke sana, tapi masa baru datang langsung spa? :p
Gue memesan menu "aman" di A&W, yaitu veggie burger. Menu ini aman karena tanpa daging, dan harganya juga 'aman' karena rata-rata fastfood harganya sama. Tahu kan harga makanan di airport itu gimana, hehehe. Nggak lama setelah gue selesai makan, Frisky datang. Bapak bisa pulang ke rumah karena gue dan Ibu nggak perlu ditunggui lagi. Iya, gue pergi bersama Ibu supaya lebih nyaman. Dan Onci juga ikut, karena meski tetap ketakutan, tapi takut gue jadi berkurang 1% deh kalau ada dia :'D
Gue, Ibu dan Frisky menunggu sambil ngobrol sana-sini. Setengah hati gue ingin cepat berangkat karena sudah bosan menunggu, setengah lagi ingin pesawatnya delay, lalu batal terbang karena gue takut. Kalau batal kan bisa naik kereta api atau bis saja yang gue nggak takut :p Gue nggak mau berpisah dari Onci, gue berjanji bakal menyerang siapa saja yang berusaha menyimpan dia di bagasi. Rrrrroooarh!! (okay, gue becanda). Jadi gue selalu simpan Onci di pangkuan gue dan kadang gue peluk-peluk untuk memberikan perasaan lebih tenang. Btw, Onci ini keren lho buat ukuran boneka. Soalnya dia sering banget pergi keluar kota, hehehe....
Yang mau gue ceritakan sekarang bukan tentang Green Smile (soal ini akan gue ceritakan berbarengan dengan launching), tapi tentang proses pengerjaan produk-produk fashion ini yang ternyata membuat gue nggak bisa tidur! Sudah ada yang tahukah bahwa gue takut terbang (aerophobia)? Iya, gue takut, sangat takut terbang (baca: naik pesawat) malah. Dan karena lokasi untuk membeli bahan produk-produk yang akan gue desain dan buat itu di Jogja, gue pun terpaksa harus naik pesawat setelah berabad-abad menghindarinya!
Well, okay, "berabad-abad" terdengar berlebihan. Tapi gue memang sudah lama menghindari pesawat. Sebenarnya ini agak aneh karena dari kecil sampai gue berusia sekitar 13 tahun gue nggak bermasalah dengan terbang. Gue bisa dengan ceria ke bandara lalu menikmati penerbangan sambil bermain dengan Onci, boneka kelinci gue. Lalu ketika gue menginjak usia remaja, entah kenapa gue jadi takuuuuuut sekali untuk terbang. Dipaksa seperti apapun gue nggak akan mau. Onci nggak bisa menenangkan gue lagi. Gue lebih memilih perjalanan lewat darat meski itu memakan waktu seharian daripada harus menghabiskan 1 jam di atas pesawat. Setelah gue mengenal Ray, dia juga ikut membujuk gue untuk nggak "setakut" itu dengan pesawat. Katanya, bagaimana gue bisa bertemu dengan Steven Tyler yang berada di Amerika sana kalau gue nggak mau naik pesawat? Dengan yakin gue menjawab, "Nggak perlu, gue tunggu dia yang ke sini saja!".
Tapi kali ini lain cerita. Ini bukan liburan, gue nggak bisa memilih transportasi apa yang gue akan digunakan. Setakut apapun gue, gue sudah berjanji kalau soal pekerjaan harus profesional. Ya... at least mencoba, karena se-profesional apapun gue coba, tampang takut gue tetap kelihatan, hahaha. Eh, btw gue sering ditanya apakah gue mendadak takut naik pesawat karena film "Final Destination", soalnya film ini terkenal banget waktu gue beranjak remaja. Hmm, mungkin saja, sih. Tapi tepatnya kenapa, sepertinya sampai kapanpun gue nggak akan tahu :')
Jadi akhirnya, tanggal 25 Agustus lalu gue bangun pagi-pagi sekali. Demi mengejar penerbangan jam 2 siang di Jakarta yang katanya bertepatan dengan arus balik sesudah lebaran. Gue nyaris nggak tidur semalaman, kalau dihitung totalnya cuma 1 jam, sisanya gue habiskan dengan bolak-balik keluar kamar, berdoa dan sembunyi di balik selimut. Perjalanan dari Bandung ke bandara Soekarno-Hatta pun gue gunakan untuk 'menenangkan diri'. Minta diyakinkan oleh Bapak bahwa pesawat itu aman dan sibuk bertanya pada Ray tentang keamanan pesawat Lion Air. Memang agak ironis, Ray bekerja di travel agent tapi gue anti pesawat, hahahaha :'D
Ternyata gue sampai di Bandara terlalu pagi. jam 9.30 gue, Ibu dan Bapak sudah sampai, padahal diperkirakan jam 12 baru bisa sampai mengingat jalanan sedang macet. Kami terpaksa keliling-keliling bandara dulu sambil cari makanan dan menunggu Frisky, partner gue di Green Smile. Kenapa terpaksa? Karena bandaranya kotor sekali, satu-satunya bagian yang wangi cuma tempat spa. Gue mau mampir ke sana, tapi masa baru datang langsung spa? :p
Gue memesan menu "aman" di A&W, yaitu veggie burger. Menu ini aman karena tanpa daging, dan harganya juga 'aman' karena rata-rata fastfood harganya sama. Tahu kan harga makanan di airport itu gimana, hehehe. Nggak lama setelah gue selesai makan, Frisky datang. Bapak bisa pulang ke rumah karena gue dan Ibu nggak perlu ditunggui lagi. Iya, gue pergi bersama Ibu supaya lebih nyaman. Dan Onci juga ikut, karena meski tetap ketakutan, tapi takut gue jadi berkurang 1% deh kalau ada dia :'D
Gue, Ibu dan Frisky menunggu sambil ngobrol sana-sini. Setengah hati gue ingin cepat berangkat karena sudah bosan menunggu, setengah lagi ingin pesawatnya delay, lalu batal terbang karena gue takut. Kalau batal kan bisa naik kereta api atau bis saja yang gue nggak takut :p Gue nggak mau berpisah dari Onci, gue berjanji bakal menyerang siapa saja yang berusaha menyimpan dia di bagasi. Rrrrroooarh!! (okay, gue becanda). Jadi gue selalu simpan Onci di pangkuan gue dan kadang gue peluk-peluk untuk memberikan perasaan lebih tenang. Btw, Onci ini keren lho buat ukuran boneka. Soalnya dia sering banget pergi keluar kota, hehehe....
![]() |
Menunggu pesawat datang, Ibu asyik membaca tulisan gue untuk Green Smile di tab :) |
![]() |
Well, kelihatan banget ya gue takut dan kurang tidur :p |
![]() |
Today's outfit: Hairband: lupa dari mana :p | Dress: Toko Kecil Indi | Shoes: FLD |
Lalu pesawat pun datang. Tepat waktu, sangat jauh dari delay apalagi batal. Bahkan kalau dilihat dari jam di ponsel gue sepertinya ini pesawat datang 1 menit lebih cepat T_T Waktu ada panggilan untuk penerbangan ke Jogja, gue langsung, "What the... itu pesawat baru datang langsung mau terbang lagi? Cek dulu dong siapa tahu ada yang kurang", dan dilanjutkan dengan umpatan yang nggak bisa diterjemahkan (bahasa ciptaan sendiri, lol).
Sambil memegang Onci gue berjalan dan duduk di bangku pesawat sambil berdoa. Pengen nangis tapi malu, mau marah juga marah kenapa? Nanti dituduh meresahkan warga lagi, hehehe... Gue lihat ke luar jendela langit agak mendung. Frisky ngotot rubah modus ponselnya menjadi "modus pesawat" daripada mematikannya seperti yang gue minta. Pikiran gue sudah aneh-aneh dan berniat menyalahkan Frisky kalau sampai pesawat ini jatuh.
![]() |
Mencoba terlihat ceria bersama Onci :p |
![]() |
Langsung mules pas tahu di luar agak mendung :') |
Gue tahu ini pasti terdengar aneh untuk yang nggak punya masalah dengan terbang. Sama seperti cinta, rasa takut juga kadang nggak pakai logika (lagu Agnes Monica ini mah, lol). Para aerophobia, termasuk gue sebenarnya tahu kok kalau pakai pesawat itu sebenarnya 25 lipat lebih aman daripada dengan menggunakan mobil. Tapi ya itu dia, phobia kadang nggak logis dan nggak bisa diatasi dengan hanya mengumpulkan fakta-fakta bahwa terbang itu aman. Ray sampai berkali-kali bilang bahwa pesawat yang gue gunakan ini masih baru lho...
Ditenangkan orang lain nggak bisa jadi gue coba menenangkan diri sendiri. Well, sebenarnya lebih ke mengalihkan perhatian, sih. Agak-agak cheesy, tapi demi mengurangi fokus gue sama cuaca mendung dan perut mual karena pesawatnya "tuing-tuing", gue berusaha menguping SEMUA pembicaraan penumpang lain, termasuk pramugarinya. Ini benar-benar nggak baik dan jangan sampai ada yang niru *ketok-ketok kayu* Tapi ternyata berhasil membuat gue konsentrasi dan lupa hal lainnya (baca: terbang).
Dan... pesawat pun mendarat dengan selamat tepat setelah keluarga di depan gue cerita tentang poros roda patah dan pesawat akan jatuh (what the...!!!). Nggak begitu mulus karena landasannya memang lebih pendek daripada di Soekarno Hatta, tapi yang terpenting kami selamat sampai di Jogja :D
Gue pun langsung super ceria dan mengucap syukur berkali-kali. Terima kasih, Tuhan :') Gue bahagia sekali karena kami semua selamat dan bangga karena gue berhasil mengatasi rasa takut gue walau cuma sedikit.
![]() |
SAMPAI DI JOGJA DENGAN SELAMAT! YAIIIY! :) Thank God :) |
Melihat gue seperti sekarang rasanya nggak percaya bahwa gue dulu begitu menikmati terbang. Setiap kali diajak berlibur gue pasti langsung semangat dan membawa tas yang paling bisa memuat banyak barang (girl... lol). Orang tua gue penasaran sekali kenapa gue berubah, tapi sebenarnya gue juga penasaran, soalnya gue selalu cukup bisa menikmati segala suasana (I won't blame "Final Destination", lol). Tapi yah, kalau penyebabnya nggak ketemu bukan berarti nggak bisa diatasi, kan? Gue tahu gue pasti bisa. Dan bisa melewati 1 penerbangan tanpa tangisan merupakan kemajuan, kan? ;)
Keluar dari bandara, udara Jogja begitu panas dan matahari bersinar terik. Tapi gue nyaman karena orang-orang di sana sangat ramah. Gue naik angkutan bandara ke hotel dan segera berteman dengan sopirnya. Namanya Mas Tyo, dia banyak bercerita tentang Jogja. Gue memang nggak bisa berkunjung kemana-mana karena datang untuk bekerja, tapi menikmati ceritanya saja sudah menyenangkan :) Setelah sampai di hotel kami langsung bersiap untuk makan malam karena sudah sore. Kami berjalan di sekitar hotel dan menemukan banyak makanan enak yang harganya juga terjangkau. Dan guess what? Setelah Mas Tyo teman gue pun bertambah satu lagi, namanya Joni, dia seorang pelukis jalanan yang membuat wajah gue terlihat lebih muda 10 tahun di lukisannya, hihihi.
Ah, ternyata Jogja begitu ramah. Perjalanan menakutkan dengan pesawat pun terasa begitu sepadan ketika tiba. Okay, mungkin aerophobia gue nggak akan sembuh dengan satu kali percobaan, tapi sekarang gue punya alasan tambahan kenapa gue nggak harus takut naik pesawat selain dengan fakta bahwa pesawat 25 kali lipat lebih aman daripada mobil: "Ingat dengan apa yang menanti di tempat tujuan". Itu akan membuat gue merasa lebih baik di penerbangan selanjutnya :)
![]() |
Satu-satunya hotel yang tersisa di Malioboro. Kecil, tapi cukup bersih :) |
![]() |
Onci sudah tidur duluan :p |
![]() |
Karya Joni, gue malah kaya anak kecil, hahaha :D |
Baru beberapa jam di Jogja sudah banyak hal menyenangkan yang menyambut gue. Dan masih banyak hal-hal menyenangkan lainnya selama gue di sana. Gue akan share di post selanjutnya. Sedikit bocoran, gue mendapat beberapa teman baru lagi! :D Semoga kalian menikmati cerita gue selama work trip di Jogja, ya. Sampai jumpa ;)
faith, trust and pixie dust,
Indi
------------------------------------------------------------------