Howdy-do, bloggies! Semoga semuanya dalam keadaan baik, dan bagi yang sedang berpuasa semoga lancar, ya :)
Selalu senang kalau bisa kembali ke sini, ---ke dunia kecil gue--- untuk bercerita. Tanggal 13 Mei 2015 lalu gue diundang sebagai bintang tamu di acara “ODHA Awareness” yang diadakan oleh Opo Jare Unika Widya Mandala Surabaya. Iya, ini diadakan di hari yang sama dengan interview gue di Colors Radio(baca ceritanya di sini). Jadi setelah selesai dari sana gue (dan juga Bapak) diantarkan ke Hotel Oval untuk berganti baju lalu langsung dilanjutkan ke kampus Unika Widya Mandala. Maunya sih waktu itu gue segera membagi cerita lengkapnya di sini, tapi berhubung sedang ada banyak PR menulis jadi baru sempat sekarang. Meski begitu semoga teman-teman tetap bisa merasakan keseruan acaranya lewat tulisan gue yang tertunda ini, ya :)
Sekitar pukul 1 siang gue dan Bapak tiba di kampus Unika Widya Mandala. Di sana gue langsung bertemu dengan kru Opo Jare dan Ibu Mita, dosen mereka. Sempat khawatir dengan raut wajah gue yang (pasti) terlihat datar, tapi ternyata mereka sudah tahu bahwa gue sedang sakit demam berdarah dan gejala tipus, hehehe. Satu mug besar jus jambu pun disuguhkan untuk gue. Sambil meneguknya gue berdoa semoga manfaatnya segera terasa, karena meski hati gue super excited tubuh rasanya lemaaaaas sekali, ---bahkan untuk bicara pun perlu tenaga ekstra. Nggak lama kemudian gue dikenalkan dengan narasumber dari Delta Crisis dan Alvin, yang akan menjadi moderator nanti. Sambil menikmati jus jambu (well, seharusnya lunch, tapi gue belum nafsu makan) kami diberi gambaran tentang bagaimana talk show nya nanti. Audiences kabarnya sudah mulai menonton film Mika dan gue baru akan muncul setelah filmnya selesai. Hmm, sebenarnya sih awalnya gue diminta untuk ikut nonton, tapi gue khawatir akan mendadak mellow. Karena meskipun gue sudah jauh lebih kuat, tapi tetap saja melihat “kepulangan” Mika nggak akan pernah mudah.
Film sebentar lagi selesai, gue pun bersiap dengan menunggu di depan ruang Dinoyo tempat diadakannya talk show. Sambil menunggu gue mengintip buku tamu untuk melihat siapa saja yang hadir. Ternyata ada beberapa nama yang gue kenal sebagai follower di twitter dan instagram gue! Rasa lemas pun segera terlupakan, apalagi setelah tahu bahwa ada 190 pendaftar, ---melebihi target yang hanya 100 orang. Gue sadar dengan kondisi kesehatan gue, keringat dingin yang terus mengalir dan suara gue yang agak gemetar nggak bisa ditutupi. Tapi gue ingin tampil maksimal. Moment ini sudah gue tunggu sejak lama, Surabaya adalah salah satu kota yang gue ingin kunjungi. Teman-teman pembaca di sini termasuk yang paling aktif berkomunikasi dengan gue di media sosial, jadi jangan sampai gue menyia-nyiakan kesempatan ini :)
Sekitar 30 menit kemudian gue dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan, suasana masih agak senyap karena film MIKA baru saja selesai. Tanpa menunggu lama gue dan seorang narasumber dari Delta Crisis dipersilakan untuk duduk di tempat yang telah disediakan. Alvin langsung membacakan profil kami, sementara mata gue langsung melihat ke arah audiences, mencari wajah-wajah yang familiar. Tapi rupanya hanya Bapak saja yang gue kenal, hehehe, karena mengenali seseorang hanya dari akun media sosialnya saja ternyata nggak mudah :)
Seperti yang gue ceritakan di tulisan sebelumnya, tema yang dibahas oleh acara ini memang agak berbeda dengan acara-acara yang pernah gue hadiri sebelumnya. Jika biasanya kampanye HIV/AIDS difokuskan pada informasi tentang virusnya, cara penyebarannya, dan lain sebagainya, ---acara ini justru berfokus pada ODHA, Orang dengan HIV/AIDS sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Dan tentu saja yang akan gue bagi adalah kisah tentang Mika, laki-laki yang menjadi pacar gue selama 3 tahun, yang juga menjadi inspirasi dari novel“Waktu Aku sama Mika” dan film “Mika”.
Alvin mengajukan pertanyaan pada gue dan narasumber dari Delta Crisis. Ia bertanya apa yang membuat gue mau berpacaran dengan Mika meskipun ia ODHA. Mungkin teman-teman sudah ada yang tahu bahwa dulu gue bahkan nggak tahu apa itu HIV/AIDS. Meskipun Mika langsung berterus terang dengan statusnya tapi itu sama sekali nggak mempengaruhi gue, karena well... itu tadi; gue sama sekali nggak tahu apa itu HIV/AIDS. Gue menyukai Mika karena kepribadiannya, ia adalah sosok laki-laki yang menyenangkan, spontan dan juga sangat melindungi gue. Dulu gue adalah remaja yang pemalu, sering merasa tertinggal karena banyak aktivitas gue yang terhambat karena harus memakai brace untuk scoliosis gue. Tapi karena Mika gue merasa menjadi remaja yang seutuhnya. Karena Mika gue jadi tahu bagaimana rasanya makan di pinggir jalan, bolos waktu pelajaran olahraga (well, not really ‘bolos’, sih, gue kan memang nggak boleh ikut pelajaran itu), naik angkot, nongkrong di toko CD bekas, dan hal-hal seru lainnya. Setelah gue tahu apa itu HIV/AIDS pun penilaian gue terhadap Mika pun sama sekali nggak berubah. Gue nggak melihat adanya alasan mengapa gue harus takut padanya. Mika hanya sedang sakit, ---sama seperti banyak orang lain di dunia. Dan Mika selalu melihat gue sebagai gue, bukan dari scoliosis yang gue idap atau brace yang gue pakai. Jadi kenapa gue harus memperlakukannya secara berbeda?
Setelah sesi sharing selesai audiences pun dipersilakan untuk bertanya pada gue dan narasumber dari Delta Crisis. Nah, di sini gue mulai mengenali wajah-wajah mereka yang sering berkomunikasi dengan gue lewat media sosial :) Pertanyaan yang diajukan audiences adalah seputar ODHA dan penerimaan masyarakat terhadap mereka, ---apa saja problem yang mereka hadapi dan apa yang harus kita lakukan untuk membuat semuanya lebih baik. Menurut gue dengan kita menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat, dan nggak memperlakukan mereka secara ‘berbeda’ bisa membuat keadaan menjadi jauh lebih baik dibandingkan dengan memberi label atau dengan men-judge macam-macam. Gue berprinsip bahwa gue harus memperlakukan orang lain seperti gue ingin orang lain memperlakukan gue. Gue nggak mau diberi label, hanya dikenal sebagai seorang scolioser, tapi gue ingin dikenal sebagai gue, ---sebagai Indi :)
Sebelum acara ditutup Alvin bertanya tentang harapan-harapan gue. Well, harapan gue sederhana saja, gue ingin suatu hari jika orang bertanya tentang Mika, mereka akan bertanya, “Bagaimana rasanya berpacaran dengan Mika?”, bukan malah bertanya bagaimana rasanya berpacaran dengan ODHA. Stop memberi label, I’ve told you :) Oh, iya gue juga membawa 5 buah novel“Guruku Berbulu dan Berekor” dari Homerian Pustaka untuk 5 audiences yang beruntung. Mereka dipilih secara random, lewat sticker yang ditinggalkan di kursi penonton. Tadinya sih gue juga mau membawa lolipop, tapi berhubung sedang sakit jadi batal, deh hunting permen kesukaan gue itu. Tapi semoga teman-teman tetap senang dengan hadiahnya, ya :)
Gue dan Bapak langsung diantarkan ke Hotel Oval, di sana sudah ada keluarga Rosa; mama, papa dan adiknya. Rupanya adiknya Rosa, Agatha ingin bertemu dengan gue, ia pun mengajak 2 orang temannya untuk menemui gue. Mini meet and greet pun terjadi, hihihi. Keluarganya Rosa ramah sekali, mereka menawarkan untuk mengajak gue dan Bapak melihat-lihat Surabaya. Tawaran yang super menggiurkan karena ini gue dan Bapak sama-sama baru pertama kali ke kota ini. Tapi gue belum mengiyakan tawaran mereka karena kondisi gue yang sedang drop. Gue bilang jika keesokan harinya sehat, dengan senang hati gue ingin melihat-lihat Surabaya dan ingin berfoto di patung buaya, hehehe. Setelah itu gue pamit untuk ke kamar, di sana gue makan malam di atas tempat tidur, minum obat, lalu terlelap sambil mengingat betapa menyenangkannya acara ODHA Awareness yang baru saja gue hadiri. Tentu saja nggak lupa gue berdoa agar ada ketika bangun tidur ada keajaiban dengan kesehatan gue.
Nb: Atas permintaan pihak Delta Crisis gue nggak bisa menyebut nama narasumber dan membagi kisahnya di sini. Semoga melalui tulisan ini pesan acaranya yang positif tetap tersampaikan, ya :)
yang baru sehari di surabaya,
Indi
_______________________________________________________