Quantcast
Channel: Dunia Kecil Indi
Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

Don't Kill Me!

$
0
0


Kalau ada acara kumpul-kumpul gue sering mendadak cemas dan pengen mengurung diri di kamar. Apalagi kalau kerabat-kerabat yang seusia dengan Ibu dan Bapak datang. Uh, mau menghilang saja rasanya... Bukan, gue bukan ingin menghindari mereka, ---tapi asap rokoklah yang membuat gue ketakutan setengah mati! 

“Tradisi” merokok sepertinya memang sudah mendarah daging. Semenjak gue kuliah pemandangan asap mengepul jadi pandangan sehari-hari. Saat gue lagi makan siang di kantin, lagi menunggu dijemput pulang, bahkan di dalam kelas, ---jika kebetulan kebagian dosen yang entah kenapa merasa nggak berdosa untuk membunuh mahasiswanya pelan-pelan. Katanya sih merokok bisa menambah keakraban, apalagi jika ditemani oleh kopi dan camilan hangat. At least begitulah kata teman-teman laki-laki dan om-om gue, kalau sudah berkumpul sambil merokok bisa dipastikan betah berlama-lama. Ya, mungkin seperti suku Indian yang gue lihat di film koboi, mereka menghisap calumet sambil berkumpul setelah hari yang panjang untuk kedamaian. Bedanya teman-teman dan om-om gue ini hidupnya di zaman modern, ---zaman dimana banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu selain dengan merokok.

What I wore: Dress: Toko Kecil Indi (my design) | Shoes: Noche | Ukulele: Mahalo

Gue nggak bermasalah dengan perokok. Ibu dan Bapak perokok berat, begitu juga dengan Ray, meskipun frekuensi merokoknya sudah banyak berkurang dibandingkan dulu. Yang menjadi masalah buat gue itu perokok egois, ---perokok yang hobi bagi-bagi penyakit. I hate to admit, tapi om-om gue juga termasuk perokok egois. Kalau sedang acara kumpul-kumpul mereka dengan ringannya menghisap rokok sambil mengajak ngobrol keponakannya alias gue. Bla... bla... bla... wajah mereka tersenyum tapi di waktu bersamaan mereka juga mencekik gue. Posisi gue jadi serba salah, kalau menghindar dianggap nggak sopan sedangkan kalau tetap diam sama saja dengan nggak sayang diri sendiri. Padahal keinginan untuk melindungi diri dari asap rokok ini bukan tanpa usaha, lho. Gue sudah berusaha, ---sangat keras. Dari mulai acting batuk ala sinetron, meminta dengan baik-baik, meminta Ibu dan Bapak untuk nggak merokok saat ada om-om gue (supaya mereka nggak enak, lol), sampai dengan menyembunyikan asbak dan membuang rokok mereka diam-diam.


Rumah Ibu dan Bapak cukup luas, tapi daerah garasi pun termasuk no smoking area karena di sana ada Eris (our lovely dog), lengkap dengan baju-baju dan segala perlengkapannya. Sayangnya om-om gue (dan kerabat lainnya) menganggap kalau it’s okay untuk merokok di dekat hewan. Dan saat gue bilang “jangan” malah gue yang dianggap berlebihan. Dulu pun Ibu dan Bapak begitu, mereka kadang merokok sambil bermain bersama Eris di garasi atau halaman. Prinsip mereka (dulu) asalkan nggak merokok di dalam rumah atau dekat-dekat gue artinya aman. Tapi sekarang setelah mereka tahu bahaya nikotin, jangankan dekat Eris, dekat bajunya pun nggak berani. Mereka hanya merokok sambil mengurung diri di ruang ber hexos fan atau di luar, di kursi yang letaknya dekat dengan pagar rumah.

Semoga meja di semua rumah bisa begini; nggak ada asbak dan rokoknya :)

Gue sadar karena sudah dianggap “tradisi” merokok itu susah ditinggalkan dan dianggap wajar. Untuk meyakinkan Ibu dan Bapak bahwa tindakan mereka bisa membunuh gue pun perlu waktu yang cukup lama. Karena gambar-gambar di bungkus rokok nggak bisa menakuti mereka, gue pakai pendekatan lain. Gue bilang bahwa rokok bukan hanya mempengaruhi mereka, tapi juga gue, anaknya, ---ralat; anak kesayangannya. Dan dengan merokok di ruang terpisah bukan berarti gue aman, tapi bisa saja gue tetap dalam bahaya. Nikotin bisa menempel di kulit, di baju, di tirai, di taplak meja, di sofa dan lain sebagainya. Jadi jika Ibu dan Bapak merokok di ruang TV sementara gue sedang di dalam kamar, gue masih bisa terpapar nikotin dari sofa yang habis mereka duduki, atau dari pelukan hangat yang mereka beri, ---bahkan ketika rokoknya sudah dibuang jauh-jauh. Ibu dan Bapak memang masih merokok, tapi sekarang selain hanya merokok di tempat yang telah disepakati mereka juga selalu mengganti baju segera setelah merokok. Mereka takut membuat gue sakit, mereka takut membunuh gue

Gue mandapatkan banyak komentar ketika menulis status tentang ini di Facebook, terutama dari perokok. Mereka bilang gue nggak mengerti perasaan mereka yang kecanduan, bahkan ada yang bilang bahwa usaha gue akan sia-sia karena merokok itu sudah“tradisi”. Well, gue memang nggak kecanduan rokok, tapi gue pernah kecanduan hal lain. Kalian tahu apa yang gue lakukan? Gue cari bantuan! Ikut support group, cari terapis. Kecuali jika memang belum mau berenti merokok, so go ahead, silakan merokok sebanyak-banyaknya tapi make sure jangan ajak orang lain untuk sakit. Gue nggak melarang orang untuk merokok, toh negara saja melegalkan rokok. Gue cuma minta agar perokok nggak egois. Teman gue anaknya harus dirawat di Rumah Sakit gara-gara terpapar nikotin dari baju ayahnya (suami teman gue). Jika memang belum mau menjaga kesehatan diri sendiri, please... at least jangan sakiti keluarga, teman-teman atau bahkan orang asing yang nggak sengaja duduk di tempat bekas kalian merokok. Jika memang gambar-gambar di bungkus rokok belum bisa membuat kalian takut, please ingat  bahwa itu bukan hanya bisa menimpa kalian, tapi juga orang lain. Don’t be selfish. Don’t kill us...

Don’t kill me,

Indi

Fakta tentang rokok: 
~ Racun dari rokok yang menempel di baju, perabot rumah tangga, dll nggak akan hilang sampai berbulan-bulan, bahkan jika di ruangan ber hexos fan sekalipun.
~ Hanya melewati orang yang sedang merokok di jalan pun asapnya bisa menempel di baju kita dan dampaknya bukan hanya pada kita, tapi juga orang kita temui di rumah nanti (misalnya: anak, orangtua, etc)


 _______________________________________________________
Facebook: here | Twitter: here | Instagram: here | Contact person: 081322339469

Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

Trending Articles