Sekarang sudah tengah malam, gue sedang ingin menulis yang ringan-ringan saja sambil ditemani segelas teh dingin tanpa gula yang Shane buatkan. Selain karena rindu dengan dunia kecil yang belakangan sering gue tinggalkan ini (huhu..), gue juga sedang memberi kesempatan Shane untuk menyelesaikan tantangan membuat musik selama 10 hari berturut-turutnya. Jadi gue bisa bersantai di lantai bawah, sementara suami gue berkutat dengan alat-alat musiknya :) Kami berdua belakangan punya banyak waktu senggang. Shane yang bekerja online jam kerjanya fleksible, dan gue yang Maret lalu mulai bekerja kembali di preschool juga sedang libur semester. Rutinitas kami kalau nggak selonjoran, makan, nonton film, paling ya main musik, hahaha. Baru kemarin saja kami keluar rumah seharian, itu pun karena diajak orangtua, adik dan ipar gue jalan-jalan.
Selama Shane tinggal di Bandung sama gue, kami jarang sekali bepergian jauh. Ya, terkecuali kalau ada yang mengantar atau memang memang nggak bisa menolak, misalnya urusan dokumen. Alasannya selain gue orangnya mageran, Shane juga nggak terbiasa dengan lalu lintas di sini yang jauh berbeda dengan Michigan. Mobil sampai tergores di beberapa tempat karena tersenggol pengendara motor. Dari sudut pandang hukum sih harus gue akui kalau Shane nggak salah, ia berkendara di jalurnya, nggak menyalip dan hanya berjalan ketika lampu hijau. Tapi sudah jadi "tradisi" buruk di sini kalau motor nyempil di antara 2 mobil saat sedang macet itu sah-sah saja, dan menyebrang dimana saja itu acceptable! Dulu waktu masih berstatus sahabat kami sering video call, jadi sedikit banyak gue hapal kondisi lalu lintas kampung halamannya yang super teratur dan damai. Gue jadi keikut stres kalau membayangkan di posisi Shane, TBH, hahaha. Apalagi waktu ibu mertua gue mampir ke sini, ekspresi "seram"nya waktu melihat angkot yang saling nyalip benar-benar nggak dibuat-buat. Yang tadinya menganggap normal ke-chaosan kota Bandung, sekarang mata gue jadi terbuka. Makanya gue sekarang kami hanya pilih tempat yang dekat-dekat saja kalau hangout, less stress. Kemarin pun gue bilang kalau mau pakai Grab saja, tapi ternyata Bapak menawarkan diri untuk menyetir. Jadi... Oke deh, gue setuju! ;)
Pernah nggak sih merasa kalau sesuatu dianggap normal karena sudah biasa terjadi? Padahal sebenarnya kita juga tahu itu sebenarnya salah tapi helpless? Gue sama keluarga hangout di Paris Van Java alias PVJ. Sudah lamaaaa banget gue nggak ke sana, soalnya gue mah orangnya nggak terlalu tahu trend. Mall ya sama saja mall, cari yang dekat. Mana peduli kalau ada yang bilang PVJ lebih oke, hehehe. Anyway, kami naik mobil masing-masing, gue dan Shane sama Bapak, sedangkan Ibu dan keluarga adik gue sudah sampai lebih dulu. Katanya mereka ada di Sky level, alias rooftop jadi kami langsung menyusul tanpa perlu mengelilingi mall nya dulu. Tempat ini kayaknya lagi hype banget, di Instagram banyak yang posting foto sedang berpose di sini. Begitu sampai gue langsung "disambut" sama ibu-ibu yang dengan cueknya membuang sisa marshmallow anaknya ke lantai. Hati gue jadi dilema antara mau negur atau pura-pura nggak lihat. Setelah sekian detik dengan suara sedikit gemetar gue beranikan untuk menegur.
"Hei!" ---kata gue sambil melihat ke arah si ibu dan menunjuk marshmallow yang ia buang. Tapi bukannya malu, ia malah membalas pandangan gue dengan menantang :( Waaa, males gue berurusan sama ibu-ibu. Gue langsung remas tangan Shane dan mempercepat langkah. Batin gue, kenapa dia yang marah, padahal dia sudah jelas salah.
Hal "kecil" itu bikin suasana hati gue jadi kurang baik. Keluarga adik gue ada di area anak, perlu jalan kaki lumayan jauh untuk ke sana. Di perjalanan rasanya kiri-kanan ada saja yang salah. Yang nyampah ternyata banyak, ada mini zoo (Lactasari Farm) yang gue nggak support sama sekali... Gue nggak mendukung eksploitasi binatang dalam bentuk apapun. Pikiran tentang binatang yang dikandangi, disentuh manusia dengan resiko stress dan over feeding karena banyaknya pengunjung bikin hati mellow. Gue nggak yakin kalau goals dari mini zoo ini untuk edukasi anak. Toh di areanya juga nggak ada keterangan yang detail tentang binatang-binatangnya. Kesannya hanya untuk hiburan dan objek foto lucu-lucuan para orangtua anak-anak saja :( Padahal kalau cuma demi foto yang instagramable nggak perlu melibatkan binatang juga sih. Kan bisa bikin tempat wisata foto dengan patung-patung lucu atau apalah. Dan biarkan binatang tetap hidup di habitatnya dan penangkaran yang kompeten. (Silakan googling "are petting zoo humane?")
Untung saja kami segera bertemu adik gue. Ia menyarankan gue untuk berjalan-jalan dulu di taman bunga matahari supaya nggak bosan menunggu anak-anaknya yang masih asyik main trampoline. Jujur, sebelum ke sini gue pernah lihat foto-fotonya di Instagram dan bikin gue tergiur. Dari foto-fotonya terlihat indah dan segar sekali. Bayangkan saja, ada warna-warni taman di atas atap sementara di bawah adalah lalu lintas sibuk kota Bandung. ---Kan amazing sekali :D Untuk masuk ke area taman dikenakan biaya Rp. 10.000 per orang. Hanya gue dan Shane saja yang masuk, karena Bapak memutuskan menunggui cucu-cucunya bermain. By the way, ekspektasi gue dari awal memang nggak terlalu tinggi, jadi nggak kaget pas melihat tamannya yang nggak terlalu besar. Suasananya cukup ramai, sampai gue bingung mau ngapain. Mau duduk-duduk di bangku pun segan karena orang-orang bergantian berfoto di sana, uhuhu :'D Menurut gue sih tamannya cukup indah dan terawat. Tapi sayang nggak ada petugas di dalam yang mengingatkan pengunjung agar nggak terlalu "masuk" ke kerumunan bunga matahari. Kan kasihan jadi terinjak-injak. Heran deh, demi foto doang sampai harus brutal :( Akhirnya gue hanya meminta Shane mengambil beberapa foto lalu kami keluar dari taman untuk makan. Right on time, keponakan-keponakan gue ternyata sudah selesai bermain dan mereka juga lapar. Karena sudah lama nggak ke mall ini jadi gue pilih tempat makan yang masih di area roof top saja dan namanya familiar.
*Foto-foto:
~ Menikmati menu vegetarian di Sushi Tei
~ Waktu Aku sama Mika di Gramedia PVJ
Ternyata sesederhana itu menyembuhkan suasana hati gue. Cukup dengan melihat dan mengingat hal-hal kecil yang gue miliki. Memang nggak akan mengubah lalu lintas Bandung jadi lancar atau membuat si ibu-ibu galak berhenti buang sampah sembarangan. Tapi bersyukur itu menyembuhkan. Jangan sampai hal-hal kecil merusak keseluruhan hari. Jangan sampai karena beberapa hal buruk dari kota Bandung gue jadi melupakan hal-hal baik yang terjadi sini. Membandingkan sesuatu itu human nature. Dan salah tetap saja salah meski sudah menjadi kebiasaan, ---there's no such thing as menormalkan kesalahan. Kadang kita baru sadar betapa "buruk" nya sesuatu setelah seseorang menunjukannya. Tapi sambil berusaha memperbaikinya jangan sampai membutakan mata kita tentang hal-hal baik. Tetap be grateful :) Dan gue pun baru belajar tentang ini semua setelah kejadian di Paris Van Java.
Ah, kayaknya segini dulu deh tulisan santai gue. Gue nggak mau kalau dilanjutkan lama-lama jadi tulisan serius, hahaha. Sekarang gue mau minta Shane bikinin mie instan pakai cabai saja deh. Biar tidurnya nyenyak. Oh iya, mie instan juga bikin terseyum dan perlu disyukuri. Setuju?
Asal jangan sering-sering saja :p
kisses,
Indi
------------------------------------------------------------------------------------------------