Quantcast
Channel: Dunia Kecil Indi
Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

The Interview: My Color :)

$
0
0


Hi bloggies, apa kabar? How's your week? Semoga meski sibuk tetap bisa bersantai di hari minggu, ya :)
Gue menulis post ini sepulang karaoke-ing sama Ray. Sudah sekitar satu bulan kami nggak pergi keluar bersama. Pekerjaan Ray sedang sibuk-sibuknya dan gue sedang mengerjakan beberapa hal baru yang sangat menyita waktu. Jadi waktu kami akhirnya dapat quality time lagi, dengan 3 jam non-stop karaoke lagu-lagu yang 70 persen pilihan gue, rasanya really refreshing, hehehe :)

Bulan kemarin, saat kegiatan gue sedang padat-padatnya gue mendapatkan beberapa tawaran untuk interview di media cetak. Seperti biasa sebelum menerima gue pasti 'memeriksa' dulu image dari media tersebut. Well, sebenarnya gue nggak pikir image dari suatu media bakal berpengaruh banyak sama gue, sih, semua kan tergantung apa yang gue kemukakan di sana. Tapi image suatu media berpengaruh terhadap apa yang mereka tulis. Pernah suatu kali ada sebuah majalah yang menginginkan kisah hidup gue dimuat di sana, 3 halaman penuh, ekslusif. I was so flattered, sampai majalahnya terbit dan gue membaca sendiri apa yang dimuat di sana. Kisahnya dilebih-lebihkan. Too much drama dan ada beberapa data soal diri gue yang nggak sesuai dengan fakta. Gue agak marah dan langsung menghubungi reporternya saat itu juga, tapi majalah sudah terlanjur beredar dan yang bisa gue lakukan cuma mengkonfirmasi tulisan yang dimuat lewat Facebook dan jika ada yang bertanya langsung. Begitulah, meski gue sudah memberikan informasi yang jelas, mereka tetap menulisnya dengan 'gaya drama' karena image majalah mereka memang begitu.

Sebelum gue menulis novel kegiatan yang gue lakukan sehari-hari adalah sekolah, mendesain pakaian dan menulis untuk kesenangan pribadi. Jika ada media yang menginginkan gue, itu bisa dipastikan untuk berbagi cerita tentang pengalaman sebagai pengidap scoliosis. Yup, gue memang scolioser, terdeteksi sejak usia 13 tahun, memakai alat bantu brace selama 5 tahun dan berakhir di kelengkungan 58 derajat yang penuh berkah. Gue nggak pernah malu dengan fakta itu dan dengan senang hati berbagi cerita karena di luar sana gue tahu banyak anak-anak, terutama anak perempuan yang mempunyai keterbatasan yang sama. Nggak pernah ada sedikitpun niat gue untuk minta dikasihani atau mencari sensasi dengan menceritakan pengalaman gue, semuanya murni, dari hati yang paling dalam gue ingin membantu. Karena mengenali gejala scoliosis sejak dini bisa berpengaruh banyak dengan masa depan anak tersebut. Dan gue termasuk salah satu yang beruntung karena ditangani dengan benar.

Lalu, pada tahun 2009 ada penerbit yang membaca tulisan gue di blog. Tanpa proses yang terlalu lama mereka langsung menawarkan kontrak untuk menerbitkan novel. Gue terkejut bukan main, tapi setelah 1 minggu berpikir gue langsung setuju dan 3 bulan kemudian terbitlah novel perdana gue yang berjudul, "Waktu Aku sama Mika". Keluarga, sahabat dan beberapa kerabat ikut bahagia tapi juga surprise karena sebelumnya mereka nggak tahu bahwa gue bisa (baca: suka) menulis. Hanya Ibu dan Bapak yang tahu, itu pun sebatas menulis di buku harian. Gue senang sekali dengan reaksi positif mereka yang terus men-support supaya gue nggak berhenti berkarya. Mereka suka karya gue, dan itu lebih berharga daripada mendapat piala, karena gue diakui memiliki kemampuan tanpa melihat sisi gue sebagai pengidap scoliosis. Fair. Gue dinilai dengan cara yang sama seperti orang lain.


What I wore: Dress: Glow | Shoes: Michelle CLA | Ribbon: my mum's sewing bow :)


Setelah itu setiap kali ada media yang meminta gue berbagi cerita, gue pasti menceritakan bahwa gue sudah menjadi penulis. Gue mempunyai buku yang dalam beberapa bulan penjualan saja sudah menjadi best seller. Itu membanggakan, seenggaknya untuk gue :)
Seperti yang sebelumnya gue ceritakan, gue sama sekali nggak pernah malu atau minta dikasihani dengan status gue, tapi juga nggak ingin dinilai dari situ saja. Gue juga sama, manusia utuh yang mempunyai kemampuan dibalik kekurangan gue. Ingin sekali suatu hari media meminta gue bercerita tentang buku gue saja (sekarang 'buku-buku' karena hampir 3 novel yang terbit, yaiy!) tanpa embel-embel yang lain. Tapi ternyata itu sulit sekali, setiap kali ada email atau telepon yang meminta interview, pasti saja gue diminta mengulang cerita yang sama...

Lalu gue memutuskan untuk menolak sementara waktu jika ada yang menawari untuk interview yang 'itu-itu' saja. Iya, sementara saja, sampai orang-orang bisa melihat bahwa gue lebih dari itu dan sekaligus untuk mengetes kemampuan diri juga. Kita nggak akan pernah tahu sudah berhasil sejauh mana sampai orang menilai kita dengan fair, kan? :)
Jadi ketika beberapa waktu lalu gue dihubungi oleh sebuah koran dan mereka meminta gue 'mengulang cerita', dengan sehalus mungkin gue menjelaskan bahwa gue juga seorang penulis, dan alangkah senangnya kalau diminta bercerita tentang pekerjaan gue. Gue menawarkan untuk bercerita 'apa yang gue punya' dan kalau nantinya mereka tetap menyebutkan gue sebagai pengidap scoliosis, it's okay, karena faktanya memang begitu. Sayangnya mereka nggak setuju. Mereka ingin mengangkat kisah hidup gue dan soal buku gue cukup jadi 'selingan' saja. Wow, gue baru sadar bahwa scoliosis gue jauh lebih besar dari novel gue. Bahkan menjadi best seller saja masih nggak cukup untuk membuat mereka 'tertarik' dengan karya-karya gue.


Sesuai tekad gue, gue menolak interview dengan koran tersebut. Gue mengemukakan alasannya sejelas mungkin, bahwa gue ingin dinilai secara adil: pekerjaan gue dulu, bagus atau tidak, baru silakan ceritakan tentang siapa gue. Tapi mereka bilang bahwa pembaca akan lebih tertarik dan terinspirasi justru dengan kisah gue sebagai scolioser, bukan yang lainnya. Well, mereka kan belum coba sebaliknya, jadi kenapa nggak mencoba? Tapi sudahlah, menjelaskan sesuatu memang sering kali nggak mudah, dan media mungkin saat ini lebih suka mengenal gue sebagai "Indi yang scoliosis" bukan "Indi yang penulis". Padahal gue mau saja berbagi cerita, gue cuma butuh break, sebentar saja.
Jangan salah mengira, gue cukup aktif berinteraksi dengan teman-teman di Masyarakat Skoliosis Indonesia, lho. Gue bisa bercerita tentang scoliosis kapan saja karena itu bagian dari diri gue. Nah, bukankah kemampuan diri juga bagian dari diri sendiri? :)

Gue punya teman, namanya Ginan. Ia seorang pekerja keras yang usianya lebih tua dari gue. Jujur saja sebelum gue mengenal bakat-bakatnya gue hanya mengenalnya sebagai temannya Mika, pengidap HIV/AIDS. Lalu seiring berjalannya waktu gue mulai tahu bahwa ia sangat aktif bermain sepak bola dan menjadi juara dimana-mana. Ia juga seseorang yang memperjuangkan kaum marjinal! Waktu gue tahu bahwa ia mendapatkan "Hero Award" dari acara Kick Andy gue langsung, "Wow... ia benar-benar hebat" dan gue sama sekali nggak 'mengingat' status kesehatannya. Ia dinilai utuh karena memaksimalkan kemampuan yang diberikan Tuhan.
Gue ingat sebuah kata yang selalu diucapkannya ketika gue mencapai sesuatu, sekecil apapun itu. Kata itu adalah "Mamprang". Awalnya gue nggak mengerti dan nggak berniat menanyakan artinya karena ia memang punya banyak stock kata-kata 'asing' (lol). Tapi setelah berkali-kali mendengar (terakhir ketika gue terpilih sebagai salah satu anak muda menginspirasi versi adalahkita.com), akhirnya gue bertanya juga. Dan ternyata 'mamprang' berarti show who you are, show your ability, tunjukan apa yang kamu punya, jangan takut-takut ibaratnya harimau. Gue setuju, itu memang benar. Somehow satu kata 'aneh' itu terasa ajaib di telinga dan hati gue. Kalau sekarang media masih betah dengan cerita scoliosis gue, yang seharusnya dilakukan bukanlah kesal, tapi mencoba lebih keras lagi menunjukan kemampuan diri, sampai akhirnya diakui. Gue akan terus membagi cerita gue selama itu bisa membantu dan bermanfaat. Mungkin suatu hari media yang suka menyelipkan 'bumbu drama' akhirnya sadar bahwa kisah sederhana dan nyata juga bisa disukai pembaca dan tetap inspiring :)

Sekarang gue akan menjadikan masa 'break' ini untuk mengukur kemampuan diri sekaligus kesempatan untuk mengembangkan diri. Memang sulit jika sudah terlanjur di 'cap', tapi sulit bukan berarti nggak bisa :) Dan thank God dua hari yang lalu radio Pro2 Semarang meminta gue untuk live interview selama satu jam non stop. Tahu untuk apa? Itu murni untuk membicarakan novel-novel dan project gue selanjutnya! Thank God :)) Gue akan terus menunjukan apa yang gue bisa, gue mau dinilai secara adil dan tanpa embel-embel lain. Gue tetap dan akan selalu menjadi "Indi si Scolioser", tapi gue lebih dari itu, seenggaknya, let me try. Gue bangga menjadi diri sendiri, gue nggak mau menukar scoliosis gue dengan apapun, apapun, apapun. Karena gue nggak menganggapnya sebagai beban, tapi bagian dari diri gue sendiri seperti hal nya kemampuan gue :) I am me, gue akan mengusahakan yang terbaik dan seadil mungkin untuk hidup. So, show your true color, guys. Atau pinjam istilahnya Ginan, "Mamprang!" :D

it's me,
Indi

nb: buku yang gue pegang berjudul "Being Remember" hadiah dari Kinanti Kitty, penulisnya sendiri. Kalian bisa menghubunginya disini :)

________________________________________________
Contact Me? HERE and HERE. My Shop? HERE. Sponsorship? HERE.

Viewing all articles
Browse latest Browse all 312

Trending Articles