Tuhan yang baik... Ini aku Indi. Hari ini Mika, salah satu malaikatMu berulang tahun. Tolong sampaikan surat ini, ya Tuhan, supaya Mika tahu bahwa aku nggak pernah lupa sama dia...
Hai, Mika! Apa kabar di surga sana? Aku kangen sama kamu. Kangen sekali...
Iya, aku tahu, dan aku minta maaf karena jarang kirim surat lagi sama kamu. Tapi aku bukan lupa kamu, Mika... Aku cuma bingung. Aku harus cerita apa? Semenjak kamu ambil sayap kamu di surga aku suka bingung apa kamu suka dengan apa yang aku lakukan di sini atau nggak...
Aku sudah tumbuh dewasa, Mika, sangat-sangat dewasa... Usiaku bahkan sekarang sudah lebih tua darimu, waktu kamu pergi dulu... Aku nggak tahu apa itu menjadikanku lebih tua dari mu atau nggak... Atau mungkin di surga semua orang juga bisa tumbuh tua? Aku bingung...
Seandainya di surga kamu bisa bertambah tua, hari ini kamu 33 tahun, Mika. Tetap tujuh tahun lebih tua dariku.
Aku sering bertanya-tanya, jika kamu bertambah tua, seperti apa kamu terlihat? Apa masih tetap sama? Apa kamu bertambah tinggi? Atau kamu jadi punya kumis dan semua orang memanggilmu "Pak"?...
Semalam, aku bertanya kepada Ray, surga itu seperti apa. Ray belum pernah ke surga, tentu saja. Tapi dia bilang di surga semuanya sehat, semuanya bahagia dan semuanya akan selalu mengingat. Itu artinya kamu tetap ingat aku, Mika. Tapi aku nggak mengerti, apa ingat itu artinya ingat aku waktu dulu atau kamu bisa tahu bagaimana aku sekarang...
Aku kadang membayangkan kamu bisa melihatku dari atas sana. Mengawasiku, tersenyum padaku dan tetap marah kalau aku nakal. Hanya saja sekarang aku nggak bisa tahu kalau kamu lagi marah sama aku. Soalnya aku kan nggak bisa lihat kamu... Itulah kenapa aku takut, Mika... Aku takut waktu aku kirim surat kamunya lagi marah...
Aku masih berusaha jadi anak baik. Tetap. Seperti apa yang aku janjikan sama kamu.
Tapi kadang aku suka lupa. Aku pernah panggil "bodoh" sama orang dan lupa minta maaf. Aku pernah bohong sama Ibu dan malu mengakui. Aku pernah bolos kuliah dengan alasan lagi berulang tahun meski tahu itu salah.
Kamu marah, ya Mika?
Aku janji akan berusaha lebih baik lagi. Lebih sungguh-sungguh. Janji...
Tapi aku juga melakukan apa yang kamu minta dulu kok, Mika... Dan aku harap kamu senang.
Aku sekarang kalau jalan nggak nunduk lagi.
Aku sekarang kalau dibilang jalannya aneh, punggungnya aneh, nggak nangis lagi, tapi bilang kalau aku scoliosis...
Aku sekarang sudah punya banyak teman. Kalau ketemu orang baru aku sudah berani menyapa lebih dulu.
Aku sekarang kalau sakit nggak merengek, tapi menunggu sakitnya pergi sendiri seperti cara kamu dulu...
Aku juga sekarang kalau kangen kamu, kalau ingat kamu, kalau mau kamu ada sama aku... aku nggak nangis lagi, tapi aku berdoa supaya aku bisa ketemu kamu suatu hari nanti. Di tempat yang sama, nggak lebih baik, nggak lebih buruk. Sama. Sama kamu, Mika...
Apa kamu senang? Apa yang aku lakukan sudah betul?
Aku tahu kamu nggak balas surat ini seperti dulu. Mungkin balasannya nggak bisa aku simpan di bawah tempat tidur lagi. Tapi itu nggak apa, yang penting surat ini sampai dan kamu tahu bagaimana perasaanku...
Lewat surat ini juga aku mau bilang, kalau kamu dapat banyak, banyak, banyak, banyaaaaaak sekali ucapan ulang tahun dari teman-temanku. Kata mereka kamu hebat. Nanti, kalau waktunya tiba, kamu jangan kaget ya kalau di surga banyak yang mengajakmu kenalan. Kamu kan sekarang bukan cuma pahlawanku saja, tapi pahlawan banyak orang...
Oh, iya Mika kamu kan sekarang malaikat Tuhan, bisa nggak kamu minta sama Dia supaya hari ini kamu cuti bekerja? Aku mau kamu mampir ke mimpiku sebentar saja. Aku mau lihat seperti apa kamu sekarang, terus peluk kamu. Soalnya aku takut lupa bau badan kamu... Bisa kan, Mika?
Seandainya kamu benar-benar bisa melihatku dari sana, coba deh kamu lihat ke bawah sebentar sekarang. Aku lagi senyum sama kamu. Aku baik-baik saja, Mika. Aku, sugar pie-mu, sudah dewasa. Selamat ulang tahun pahlawanku, selamat ulang tahun petarung AIDS-ku. Aku kangen kamu. Selalu...
peluk dan senyum,
Indi
Hai, Mika! Apa kabar di surga sana? Aku kangen sama kamu. Kangen sekali...
Iya, aku tahu, dan aku minta maaf karena jarang kirim surat lagi sama kamu. Tapi aku bukan lupa kamu, Mika... Aku cuma bingung. Aku harus cerita apa? Semenjak kamu ambil sayap kamu di surga aku suka bingung apa kamu suka dengan apa yang aku lakukan di sini atau nggak...
Aku sudah tumbuh dewasa, Mika, sangat-sangat dewasa... Usiaku bahkan sekarang sudah lebih tua darimu, waktu kamu pergi dulu... Aku nggak tahu apa itu menjadikanku lebih tua dari mu atau nggak... Atau mungkin di surga semua orang juga bisa tumbuh tua? Aku bingung...
Seandainya di surga kamu bisa bertambah tua, hari ini kamu 33 tahun, Mika. Tetap tujuh tahun lebih tua dariku.
Aku sering bertanya-tanya, jika kamu bertambah tua, seperti apa kamu terlihat? Apa masih tetap sama? Apa kamu bertambah tinggi? Atau kamu jadi punya kumis dan semua orang memanggilmu "Pak"?...
Semalam, aku bertanya kepada Ray, surga itu seperti apa. Ray belum pernah ke surga, tentu saja. Tapi dia bilang di surga semuanya sehat, semuanya bahagia dan semuanya akan selalu mengingat. Itu artinya kamu tetap ingat aku, Mika. Tapi aku nggak mengerti, apa ingat itu artinya ingat aku waktu dulu atau kamu bisa tahu bagaimana aku sekarang...
Aku kadang membayangkan kamu bisa melihatku dari atas sana. Mengawasiku, tersenyum padaku dan tetap marah kalau aku nakal. Hanya saja sekarang aku nggak bisa tahu kalau kamu lagi marah sama aku. Soalnya aku kan nggak bisa lihat kamu... Itulah kenapa aku takut, Mika... Aku takut waktu aku kirim surat kamunya lagi marah...
Aku masih berusaha jadi anak baik. Tetap. Seperti apa yang aku janjikan sama kamu.
Tapi kadang aku suka lupa. Aku pernah panggil "bodoh" sama orang dan lupa minta maaf. Aku pernah bohong sama Ibu dan malu mengakui. Aku pernah bolos kuliah dengan alasan lagi berulang tahun meski tahu itu salah.
Kamu marah, ya Mika?
Aku janji akan berusaha lebih baik lagi. Lebih sungguh-sungguh. Janji...
Tapi aku juga melakukan apa yang kamu minta dulu kok, Mika... Dan aku harap kamu senang.
Aku sekarang kalau jalan nggak nunduk lagi.
Aku sekarang kalau dibilang jalannya aneh, punggungnya aneh, nggak nangis lagi, tapi bilang kalau aku scoliosis...
Aku sekarang sudah punya banyak teman. Kalau ketemu orang baru aku sudah berani menyapa lebih dulu.
Aku sekarang kalau sakit nggak merengek, tapi menunggu sakitnya pergi sendiri seperti cara kamu dulu...
Aku juga sekarang kalau kangen kamu, kalau ingat kamu, kalau mau kamu ada sama aku... aku nggak nangis lagi, tapi aku berdoa supaya aku bisa ketemu kamu suatu hari nanti. Di tempat yang sama, nggak lebih baik, nggak lebih buruk. Sama. Sama kamu, Mika...
Apa kamu senang? Apa yang aku lakukan sudah betul?
Aku tahu kamu nggak balas surat ini seperti dulu. Mungkin balasannya nggak bisa aku simpan di bawah tempat tidur lagi. Tapi itu nggak apa, yang penting surat ini sampai dan kamu tahu bagaimana perasaanku...
Lewat surat ini juga aku mau bilang, kalau kamu dapat banyak, banyak, banyak, banyaaaaaak sekali ucapan ulang tahun dari teman-temanku. Kata mereka kamu hebat. Nanti, kalau waktunya tiba, kamu jangan kaget ya kalau di surga banyak yang mengajakmu kenalan. Kamu kan sekarang bukan cuma pahlawanku saja, tapi pahlawan banyak orang...
Oh, iya Mika kamu kan sekarang malaikat Tuhan, bisa nggak kamu minta sama Dia supaya hari ini kamu cuti bekerja? Aku mau kamu mampir ke mimpiku sebentar saja. Aku mau lihat seperti apa kamu sekarang, terus peluk kamu. Soalnya aku takut lupa bau badan kamu... Bisa kan, Mika?
Seandainya kamu benar-benar bisa melihatku dari sana, coba deh kamu lihat ke bawah sebentar sekarang. Aku lagi senyum sama kamu. Aku baik-baik saja, Mika. Aku, sugar pie-mu, sudah dewasa. Selamat ulang tahun pahlawanku, selamat ulang tahun petarung AIDS-ku. Aku kangen kamu. Selalu...
peluk dan senyum,
Indi